INDOSatu.co – JAKARTA – Mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo benar-benar terpojok. Dalam gelar perkara khusus (GPK) terkait tudingan ijazah palsu miliknya di Mabes Polri, Rabu (9/7), tim ahli Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) justru menguasai dan menyampaikan bukti-bukti dugaan yang menguatkan ijazah Jokowi palsu.
Gelar perkara khusus dihadiri dua pihak yang berperkara dan telah rampung. Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) selaku pelapor ijazah Jokowi palsu, bersama dengan sejumlah ahli digital forensik buka-bukaan soal gelar perkara khusus di Bareskrim tersebut.
Mereka yang hadir adalah Roy Suryo, Rismon Sianipar, Eggi Sudjana, dan Tifauzia Tyassuma bersama dengan anggota TPUA lainnya. Rismon mengungkapkan kekecewaan karena Jokowi dan Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak hadir dalam gelar perkara khusus Bareskrim.
Roy Suryo menyayangkan pihak kepolisian yang tidak berani menghadirkan bukti otentik dan hanya mengandalkan klaim institusi, yakni UGM dan KPU yang dinilainya sebatas retorika belaka.
Roy dengan sangat fasih menyampaikan berbagai bukti pendukung berdasar hasil penelitihannya soal ijazah Jokowi. Dia menyindir analogi hukum yang disebut konyol: mengibaratkan pemeriksaan ijazah seperti otopsi jenazah—menyatakan harus dihadirkan langsung, bukan sekadar hasil visum.
“Padahal UGM itu hanya melegalisasi, jadi bukan menyatakan asli. Dan mereka mengatakan, mereka menggunakan analogi yang sangat konyol,” kata eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
“Jadi kalau misalnya pemeriksaan jenazah, jenazah sudah cukup pakai visum, autopsi selesai. Kan tidak perlu jenazahnya dihadirkan. Nah itu konyol, jenazahnya perlu dihadirkan,” kata Roy.
Roy menyatakan bahwa pihak yang menantang ternyata tidak memiliki latar belakang digital forensik, melainkan sastra. Roy juga turut menyindir pembelaan yang menurutnya “lemah” dari pihak kepolisian dan menyatakan pemaparan mereka membuat pihak penyidik “terdiam” atau “tersenyum-senyum”.
“Dan sekaligus kami berdua tadi tersenyum di dalam karena kami sempat disinggung-singgung soal keahlian kami. Saya tunjukkan tadi dengan berbagai dokumen, kemudian berbagai sertifikat. Berbagai pengakuan, dari DPR, dari Kementerian Kominfo waktu itu, bahkan dari Mabes Polri kami sah semuanya,” ucap Roy.
“Dan lucunya orang yang men-challenge (menantang) kami, itu tadi katanya mengaku ahli digital forensik, ternyata ahli sastra. Karena dia tidak punya presentasi apapun, cuma ngomong doang,” pungkas Roy.
Sementara itu, Rismon Sianipar mengatakan, terkait hasil gelar perkara khusus ijazah Jokowi itu, pihak Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri dinilainya kalah telak.
“Kami sangat kecewa dengan ketidakdatangan dari Pak Jokowi yang membawa ijazah katanya asli, katanya lulusan UGM. Dan ketidakhadiran pihak UGM juga yang seharusnya bisa menjelaskan atau memiliki kesempatan yang sangat luas untuk meyakinkan publik,” ujar Rismon, usai gelar perkara khusus di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/7).
“Tetapi itu semua tidak dimanfaatkan, sayang sekali ya. Dan pada kesempatan ini memang kelihatan. Pihak Dirtipidum itu kalah telak,” sambungnya.
Menurut Rismon, kalah telak dalam arti tidak dapat menunjukkan ijazah baik versi analog maupun digital.
“Betapa menakutkan fakta itu kepada Pak Dirtipidum dan tadi ya kami telanjangilah habis-habisan. Laboratorium Forensik Bareskrim terpaksa kami telanjangi bukan karena kami benci, tetapi kami menginginkan forensik yang bermartabat, independen, tidak diatur, tidak dimanipulasi,” kata dia.
“Bahkan Kapolri pun harusnya tidak boleh punya otoritas mengatur hasil dari forensik. Karena itu, sebenarnya kalau didengarkan oleh Pak Presiden Prabowo, sebaiknya, Pak lembaga forensik itu harus dikeluarkan dari kepolisian. Supaya menjadi lembaga independen yang dipercaya oleh publik,” lanjut Rismon.
Rismon mengatakan, Biro Wassidik Bareskrim harus fair karena banyak sekali celah yang mengatakan bahwa kesimpulan dari forensik Bareskrim Polri yang diumumkan oleh Dirtipidum bahwa ijazah Jokowi asli, sangat-sangat prematur.
“Kalau berani periksa Paiman Raharjo. Bagaimana kiosnya yang menjadi calon dokumen palsu di Pasar Pramuka Pojok. Kaitannya atau korelasinya dengan lompatan kuantum karirnya menjadi Komisaris dan Wakil Menteri Desa. Tak terjadi kalau tidak ada hubungan jasanya dengan Joko Widodo. Panggil semua dong, periksa,” tegas Rismon.
“Periksa semua. Karena ini sudah pasti palsu. Kalau enggak palsu pasti dibawa tadi (Ijazah Jokowi). Ditampilkan digital saja enggak berani. Yakinlah itu palsu,” kata Rismon.
“Karena bayangkan, hanya menampilkan versi digital saja mereka enggak berani. Takut kami analisa cuma pakai mata aja. Takut,” pungkas Rismon. (*)



