70 Negara Berpotensi Default, 170 Negara Lainnya Hadapi Krisis Ekonomi dan Pangan

  • Bagikan

SRI LANGKA akhirnya bangkrut. Tanda-tanda bangkrutnya negara di Asia Selatan itu memang sudah bisa ditebak dari awal. Parameternya tentu banyak. Tetapi yang paling fundamental adalah tidak cakapnya pemimpin negara mengelola fiskal APBN Sri Langka.

Pemerintahnya sendiri spending more than the country’s revenues plus heavy tax cuts. Akibatnya, tidak punya cukup dana, bahkan bangkrut untuk hanya sekedar bisa bayar cicilan utang negara atau default. Kejadian serupa diprediksi akan menimpa 70 negara lain di dunia, bila negara-negara itu tidak cepat-cepat mencari solusi, termasuk Indonesia. Sedangkan 170 negara lainnya, diprediksi akan menghadapi krisis ekonomi dan pangan.

Apa penyebab ekonomi dunia nyungsep?

1). Pandemi Covid-19.

2). Invasi militer Rusia di Ukraina.

3). Sanksi ekonomi.

4). Gangguan pengiriman makanan.

Invasi militer Rusia ke Ukraina ini yang menyebabkan munculnya semua 4 hal diatas, sehingga harga bahan pokok naik, harga BBM naik, dan semakin sulitnya keuangan dan ekonomi di hampir seluruh negara di belahan dunia.

Bank dunia telah membuat proyeksi global ekonomi output tahun 2023 sebesar 2,2 persen hingga 3.2 persen. Dan pada 2023 pula, diperkirakan hanya sebesar 3,2 persen hingga 4,4 persen tingkat pencapaiannya. Itu artinya, ekonomi global dunia untuk masa 2 tahun kedepan, masih akan sulit. Bahkan, bisa jadi lebih sulit dari kondisi sekarang ini.  Kecuali perang di Ukraina segera berakhir.

Baca juga :   Tom Lembong Tidak Bohong, Gibran yang Asal Bunyi

Sebenarnya, Pandemi Covid-19 saja tidaklah terlalu berat bagi ekonomi dunia karena sudah dibentengi dengan path to recovery. Tetapi dengan invasi militer Rusia di Ukraina, menjadi penyebab munculnya sanksi ekonomi Barat, sehingga membuat banyak perubahan geopolitik dan ekonomi global. Bahkan perang Rusia-Ukraina menyebabkan gangguan foods supply chains, membuat kondisi ekonomi dunia tambah semakin parah.

Sanksi ekonomi Barat adalah konsekwensi dari sikap dan tindakan negara Barat yang diambil untuk menghadapi invasi militer Rusia dan Vladimir Putin di Ukraina. Sanksi ekonomi dan sikap Barat itu berdampak besar terhadap perubahan ekonomi dunia secara drastis.

Fakta geopolitik..!!

Jika tidak ada invasi militer Rusia di Ukraina, tentu tidak akan ada;

1). Sanksi ekonomi dari Barat.

2). Food supply chain masih jalan normal.

3). Tidak ada new cold-war era antara 53 negara (NATO+USA) vs Rusia.

Invasi militer Rusia ke Ukraina telah merubah geopolitik dunia dan membuat negara di dunia pecah menjadi 2 blok:

1). Blok Rusia+BRICS+negara kecil lainnya.

Baca juga :   Tampaknya Tom Lembong Tahu Banyak Kejahatan Rezim

2). Blok NATO+USA+European Union+Australia+Kanada+New Zeland+negara kecil lainnya.

Ini adalah fakta baru a new cold-war era in the 21st century. Dengan fakta tersebut, berarti tinggal negara kecil dan negara dunia ketiga yang secara ekonomi dan teknologi yang diprediksi akan terus terombang-ambing.

Indonesia mau ikut blok mana? Masih mau tetap di tengah-tengah? Apa manfaatnya bagi Indonesia mengambil sikap di tengah-tengah seperti buih di lautan yang luas.

Bisa disaksikan sendiri, apa hasilnya dari sikap tengah-tengah (netral) yang diambil oleh Menlu Indonesia Retno Marsudi, pada saat menjadi Chairman pertemuan Menteri Luar Negeri G-20 di Bali yang baru lalu.

1). Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov malah memilih yang walk out (WO) dua kali dari sidang di event itu.

2). Pertemuan tingkat tinggi menteri luar negeri G-20 di Bali was a big failure alias gagal total. Sebuah kegagalan yang sangat besar, karena hanya sekedar kumpul-kumpul, chit-chat dan photo ops.

Pertemuan Menteri Luar Negeri G-20 itu tidak menghasilkan resolusi apa-apa, serta tidak menemukan kesepakatan bagaimana memperbaiki isu geopolitik dunia, tidak memiliki road maps atau peace plans untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Bahkan, juga tidak mencapai kesepakatan bagaimana mengatasi gangguan foods supply chains karena blockade militer Rusia di pelabuhan sekitar di Black Sea.

Baca juga :   Prabowo: ”The Last Man Standing”

It was just a big failure…!!

Lantas apa keuntungan yang diharapkan Indonesia dalam menghadapi a new cold-war era in the 21st century?

Sikap India is the most beneficial.

1). Bisa membeli lima kali lipat minyak dari Rusia dengan harga diskon yang sangat besar, sebanyak 60 million barrels untuk tahun 2022 ini.

Russia needs cash, India needs oil. Data tersebut bisa dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya 12 million barrels.

2). India mulai membuka perdagangan (trades), yang lebih besar dengan Rusia seperti jual mobil dan spare parts mobil di Rusia, karena banyak perusahaan mobil dari Eropa dan USA yang memilih hengkang dari Rusia.

Apakah Indonesia hanya akan tetap diam atau justru akan terus berusaha bangkit dari keterpurukan sudah kian dekat itu?

Now we live in a new cold-war era…

Negara yang terlambat mengambil sikap dan beradaptasi, akan ikut nyungsep seperti Sri Langka. Kita tunggu saja! (*)

Chris Komari;
Penulis adalah Activist Democracy Forum Tanah Air (FTA), sekarang tinggal di Kota Bay Point, Contra Costa County, California, USA

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *