Merasa Dizalimi Bayar PPN Dua Kali oleh Grup Pakuwon, Jumhur Bikin Surat Terbuka untuk Menkeu

  • Bagikan

INDOSatu.co – JAKARTA – Merasa dizalimi, membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebanyak dua kali, Moh. Jumhur Hidayat membuat surat terbuka kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani.  Surat terbuka itu dibuat dengan harapan agar tidak terjadi kembali di kemudian hari yang menimpa warga, pembeli properti.

Jumhur lalu menceritakan kejadian yang dialaminya, yang menurutnya dirugikan atas transaksi yang mengharuskan dirinya kembali membayar PPN hingga dua (2) kali  tersebut. Kejadian itu bermula pada 2012, saat dia membeli apartemen di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, dengan cara diangsur.

Dan setelah hampir 10 tahun, Jumhur mengalami kesulitan keuangan, terutama saat dia dipenjara oleh rezim lantaran memperjuangkan kezaliman UU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang saat ini sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) itu. ”Cicilan ke Bank itu benar-benar macet ketika saya sedang dipenjara,” kata pria yang juga aktivis 80-an ini.

Baca juga :   Tuding Yusril Pindah Kubu Moeldoko, Demokrat: Karena Tolak Tawaran Rp 100 M

Saat bebas, Jumhur berusaha keras untuk melunasi hutang ke bank tersebut. Sayangnya apartemen yang dibeli Jumhur itu ternyata sudah di buy back (diambil kembali) oleh developernya, yaitu Grup Pakuwon dengan membayarkan sisa hutang saya ke bank. Jumhur pun berencana untuk membayar sisa hutang ke bank tersebut (dana buy back) kepada developer, tetapi niat baik itu justru ditolak mentah-mentah.

”Menurut developer, apartemen itu bisa kembali menjadi milik saya dengan skema, yaitu saya harus membeli lagi apartemen yang sama dari developer tersebut. Sedangkan dananya adalah dari dana saya yang sudah diterima developer selama 10 tahun itu kemudian menambahkan lagi kekurangannya,
sehingga sama dengan harga jualnya, dan diharuskan membayar PPN lagi,” jelas Jumhur.

Baca juga :   Tolak Buka Big Data, Ketua Komite I DPD Minta Jubir Luhut Baca UU Informasi Publik

Karena sudah dijelaskan dan developer tidak mau menerima juga, Jumhur akhirnya saya terpaksa menyetujui skema tersebut, meski sebelumnya dia sudah bertanya kepada seorang pejabat pada Ditjen Pajak. Sayangnya, pejabat Ditjen Pajak tersebut tidak bisa memberi penjelasan dan jalan keluar.

”Nah, dengan skema tersebut, artinya saya membayar PPN sebanyak dua (2) kali untuk barang yang
sama. Padahal setahu saya, PPN itu adalah pajak kepada konsumen yang hanya
dibayarkan sekali saja,” kata Jumhur.

Jumhur perlu membuat surat terbuka serta menyampaikan keluhan terhadap kejadian itu dengan harapan agar pengalaman tidak menyenangkan itu tidak menimpa banyak orang. Karena itu, dia mempertanyakan apakah skema seperti yang diberlakukan Grup Pakuwon tersebut dibenarkan menurut
aturan pajak.

Jika aturan tersebut memang benar, Jumhur mengusulkan agar aturan tersebut diubah karena
sangat merugikan konsumen, dalam hal ini rakyat Indonesia. Sebab, dalam keadaan
kesulitan, pemerintah bukannya membantu, tetap malah diperas dengan membayar PPN hingga dua (2)
kali.

Baca juga :   15 Serikat Buruh Kembali Ajukan Uji Formil, Jumhur: Kalau MK Waras, Buruh Pasti Menang

”Jika pembayaran PPN dua kali suatu kesalahan penerapan aturan pajak, saya sangat prihatin. Apalagi jika konsumen lainnya juga mengalami kasus serupa,” kata dia.

Jumhur sadar bahwa selama ini APBN telah dikelola secara ugal-ugalan, yang akhirnya
pemerintah defisit anggaran. Menurut Jumhur, pemerintah mestinya mengambil langkah-langkah cerdas untuk memperkokoh APBN. Akan tetapi, kata dia, yang terjadi justru memajaki rakyat seenaknya sendiri.

”Terus terang, saya dan juga mungkin yang lain menunggu jawaban dari Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak tentang hal itu. Dan saya berharap pemerintah tidak “memeras rakyat” dengan cara memajaki rakyat dengan semena-mena,” pungkasnya. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *