Kurs Rupiah Kian Anjlok, Prabowo Tak Bisa Hindari Rasio Utang

  • Bagikan
RAWAN: Tabel kurs rupiah yang terus melemah dalam saham Indonesia semakin menunjukkan bahwa kinerja fiskal akan terus memburuk.

INDOSatu.co – JAKARTA – Analisa Morgan Stanley menurunkan peringkat saham (Bursa Efek) Indonesia menjadi “underweight” mendapat respon serius dari Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).

Analisa Morgan Stanley muncul lantaran dipicu kinerja atau potensi keuntungan saham Indonesia yang diperkirakan terus memburuk, bahkan di bawah harga saham-saham negara lain. Morgan Stanley tentu tidak asal mengeluarkan analisa tersebut. Dan pasti didasari data yang sangat valid. Morgan Stanley juga lebih menyoroti kondisi moneter dan fiskal Indonesia yang terus melemah, dan sudah masuk tahap bahaya bagi perekonomian Indonesia ke depan.

”Pernyataan Morgan Stanley itu sejalan dengan analisis saya minggu lalu berjudul “Moneter dan Fiskal ‘Babak Belur: Krisis Ekonomi Semakin Dekat”. Data ekonomi sejauh ini juga menunjukkan ekonomi Indonesia memang sedang memburuk,” kata Anthony.

Baca juga :   Bisa Lumpuhkan Ekonomi, Sahroni Minta Macet di Priok segera Diatasi

Berdasarkan hasil Survei Konsumen terbaru Bank Indonesia pada 10 Juni 2024 yang lalu, kata Anthony, tingkat keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi ke depan juga anjlok. Pendapatan masyarakat kelas menengah bawah, kata dia, juga ikut tergerus.

Dari sisi fiskal, ungkap Anthony, penerimaan perpajakan (pajak, bea, dan cukai) selama 4 bulan pertama juga turun signifikan, yakni sekitar 8 persen, dibandingkan tahun lalu. Karena itu, defisit APBN 2024 dan utang pemerintah dipastikan akan meningkat.

Di tengah situasi yang sedang memburuk, Anthony juga mendengar kabar bahwa pemerintahan Prabowo akan meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap PDB (dari 39 persen saat ini) menjadi 50 persen dalam 5 tahun ke depan. Artinya, ketentuan atau UU yang membatasi defisit APBN sebesar maksimal 3 persen dari PDB akan dinaikkan.

Baca juga :   Permasalahan Besar Pekerja Migran, Bidnaker PKS: Negara Belum Atasi secara Serius

Berita ini, jelas Anthony, seperti menyiram bensin ke dalam bara api yang langsung berkobar menjadi api ganas. Kurs spot rupiah langsung anjlok, mendekati Rp 16.500 per dolar AS menjelang penutupan transaksi sore ini (13/6/2024). Kurs spot rupiah menyentuh Rp 16.477 per dolar AS pada pukul 16:19. Padahal, kurs rupiah masih bertahan di sekitar Rp 16.280 per dolar AS pada pagi ini.

”Jadi, Bank Indonesia tidak berdaya sama sekali menghadapi kondisi moneter dan fiskal yang sangat sangat lemah ini. Bank Indonesia tidak dapat menahan laju penurunan kurs rupiah yang sangat cepat,” kata Doktor alumni Erasmus University, Rotterdam, Belanda, ini.

Baca juga :   Soal Formula E, Suap dan Kerugian Negara Nihil, Saut: Anies Mau Dikenai Pasal Berapa?

Rencana menaikkan rasio utang menjadi 50 persen menunjukkan tim Prabowo sedang bingung atau bahkan panik untuk bisa memenuhi janji kampanyenya terkait makan siang gratis dan susu gratis. Tetapi, mengatasi permasalahan tersebut dengan meningkatkan defisit APBN dan menaikkan rasio utang menjadi 50 persen malah menjadi bumerang. Kurs rupiah akan anjlok.

”Dengan demikian, etape kurs rupiah selanjutnya menuju Rp 17.000 per dolar AS kian dekat. Aroma krisis ekonomi semakin terasa,” pungkas Anthony. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *