INDOSatu.co – JAKARTA – Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk- 2 (PSN PIK-2) ternyata menyisahkan masalah bagi rakyat pribumi di wilayah itu, sekaligus menunjukkan sebuah bentuk keserakahan para pencari untung dan rente. Proyek tersebut buah persekongkolan pejabat negara dan pemodal anasionalis.
”Mereka tidak lagi punya hati. Otak mereka hanya mencari untung secara cepat dan murah,” kata Guru Besar Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia (UI) Zulhasril Nasir kepada wartawan Jumat (15/11).
Statemen Zulhasril Nasir itu menanggapi kekisruhan PSN PIK-2 itu yang tanpa ampun menyerobot tanah rakyat dengan ganti rugi yang sangat kecil. Para pengembang, yaitu Agung Sedayu dan Sinarmas Grup mempergunakan aparat desa dan preman menyebar teror dan memaksa agar para penduduk menyerahkan tanah mereka.
”Terlalu sering kita mengingatkan para pengkhianat dan kaum kapitalisme tamak. Kita kecewa karena tidak ada perbaikan atau perubahan sikap. Biang keroknya adalah Jokowi yang memberikan status PSN kepada kegiatan yang sepenuhnya swasta mencari untung bukan untuk kepentingan negara atau umum,” kata Zulhasril.
Harapan rakyat sekarang ada pada Presiden baru Prabowo Subianto. Setelah Jokowi tidak lagi berkuasa, rakyat berharap Prabowo akan segera membuat keadaan menjadi lebih baik. Zulhasril meminta agar Prabowo membatalkan PSN PIK-2. Lakukan pemerintahan yang lebih baik dan berpihak kepada rakyat.
”Ciptakan pemerintahan yang memperjuangkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seluruhnya bukan untuk segelintir oligarki,” tambah Zulhasril.
PIK-2 sepenuhnya adalah proyek swasta milik Aguan, owner Agung Sedayu dan Keluarga Wijaya pemilik Sinarmas Grup. Orientasi mereka adalah keuntungan semata, tidak ada urusan dengan rakyat. Tetapi Jokowi memberikan status PSN, sehingga mereka punya berbagai keistimewaan (previlege) termasuk memiliki lahan dengan harga murah.
Presiden Jokowi memberikan status PSN kepada PIK-2 pada 25 April 2024, tiga hari saja setelah MK memenangkan pasangan Prabowo-Gibran. Ini menunjukkan Jokowi memang berpikir lugas dan praktis bahwa Status PSN untuk PIK-2 akan diteruskan oleh pemerintah selanjutnya. Seperti biasa, terlihat Jokowi tiaak berpikir untuk kepentingan rakyat tetapi kepentingan diri dan keluarganya saja.
Dalam pandangan Zulhasril, PIK-2 ternyata juga tidak membèri sinyal positif, meskipun mempunyai momemtum yang bagus dalam perbaikan ekonomi nasional. Ironisnya, selama ini mendomanasi politik dan ekonomi nasional. Publik akan menunggu aksi Prabowo untuk memperbaiki jalan serong Jokowi selama 10 tahun sebelumnya.
Sayangnya, momen penting itu tidak dimanfaatkan Prabowo. Dia terlalu banyak menjalankan agenda di Washington, Cina, Peru dan Brazil . Nampak sekali, dia bekerja sendiri tanpa didampingi penasihat dalam negeri yang handal.
“Dalam beberapa minggu ke depan kita akan melihat apakah Prabowo memang bekerja untuk rakyat atau pemodal. Walaupun saya masih berharap dia akan memposisikan diri sebagai orang yang akan berbuat banyak dan lugas,” beber Zulhasril.
Ditambahkan, meskipun rakyat belum yakin benar bahwa Prabowo bisa keluar dari kepungan sisa-sisa pengaruh Jokowi. publik dibikin bingung dengan posisi Luhut Panjaitan di pemerintahan sekarang. “Saya tidak paham bagaimana posisinya secara tepat dan fortopolis. Nampaknya, Luhut dipasang untuk menyelamatkan proyek-proyeknya sendiri di samping kepentingan Jokowi.
“Terlihat tidak ada pihak yang mencoba menyenggol posisi Luhut ini. Ini artinya Prabowo belum dapat momen yang tepat untuk membereskan semua itu. Publik dalam negeri tentu menunggu pula. Jika sisa kekuatàn Jokowi – LBP bila dibereskan tentu memperterang laju investasi dalam negeri yang sedang dijalankan. Terutàma bagi para menteri yang sedang belajar menyesuaikan̈ diri dalam rezim/pemerintahan baru,” jelasnya.
Cepatnya Prabowo dan kabinetnya kembali ke meja kerja tentu banyak ditunggu. “Harapan kita, sebaiknya Jokowi dan LBP jangan ganggu agenda-agàeda jangkà pendek Prabowo untuk memperbaiki posisi kabinet yang juga pasti banyak halangan karena banyak pihak yang harus dipèrtimbangkan,” tandas Zulhasril. (*)



