Sikapi Putusan MK, BBHAR PDIP Bojonegoro Minta TNI-Polri dan Kades Netral di Pilkada

  • Bagikan
JAGA MARWAH PILKADA: Para pengurus DPC PDI Perjuangan Bojonegoro menujukkan putusan MK terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 136/PUU-XXII/2024 Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015.

INDOSatu.co – BOJONEGORO – Ini peringatan keras dari Mahkamah Konstitusi (MK) agar pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, TNI/Polri, serta kepala desa atau sebutan lain/lurah, untuk tetap menjaga asas netralitas menjelang Pilkada Serentak 2024 yang akan digelar 27 November mendatang.

Sebab jika mengabaikan putusan MK itu, selain pidana penjara, mereka yang terbukti melanggar juga akan dikenai pidana denda. Karena itu, putusan MK tersebut hendaknya menjadi tameng aparat pemerintah untuk tetap menjaga sikap netral dan membebaskan warga Bojonegoro untuk menentukan pemimpinnya

Untuk menjaga netralitas aparat pemerintah, MK telah memasukkan frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” ke dalam norma dalam Pasal 188 Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 136/PUU-XXII/2024 baru saja diputuskan pada Kamis 14 November 2024.

Baca juga :   Enam Kecamatan Gresik Selatan Dikepung Banjir, Pengendara Diarahkan Lewat Tol KLBM

‘’Alhamdulillah, MK akhirnya mengeluarkan putusan yang bertujuan untuk menjaga marwah pemilu (termasuk pilkada, Red) agar terlaksana secara langusng, umum, bebas, rahasia (Luber) serta jujur dan adil (Jurdil),’’ kata Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDI Perjuangan .Bojonegoro, Agung Hartanto, SH kepada INDOSatu.co, Kamis (21/11).

Pada Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tersebut, beber Agung, sebelumnya berbunyi, bahwa setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 atau paling banyak Rp 6.000.000,00.”

Sedangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 136/PUU-XXII/2024 Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tersebut, selengkapnya berbunyi, bahwa setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000,00 atau paling banyak Rp 6.000.000,00.

Baca juga :   Sambut Idul Adha 1445 H., Ketersediaan-Kesehatan Hewan di Lamongan Aman

Dengan adanya putusan MK tersebut, Agung berharap, aparat pemerintah yang disebut dalam putusan MK tersebut, termasuk Kepala Desa dan Lurah se-Bojonegoro hendaknya menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam dukung-mendukung paslon dalam kontestasi Pilkada Bojonegoro yang tinggal enam hari itu.

‘’Semua kan berharap seperti itu. Kita dudukkan posisi pejabat dan aparat pemerintah tetap menjaga netralitas. Sebagai partai politik, melalui kader di semua tingkatan, akan tetap melakukan pengawasan terhadap pejabat, ASN, TNI/Polri dan Kades dan Lurah agar tetap menjalankan tugas sesuai tupoksi masing-masing,’’ kata Agung.

Baca juga :   Ringankan Keluarga Duka, Ahli Waris Nelayan Terima Manfaat Jaminan Perlindungan Sosial

Terkait putusan MK tersebut, kata Agung, BBHAR DPC PDI Perjuangan.Bojonegoro menyambut sekaligus mengapresiasi yang setinggi-tingginnya. Putusan MK tersebut dinilai dapat memberikan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil terhadap pemilihan yang demokratis yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sehingga dapat menghasilkan pemilihan yang sangat demokkratis

Putusan MK tersebut, kata Agung, juga dapat memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat secara luas, di setiap pesta demokrasi, sehingga dapat berjalan dengan lancar pada setiap pemilihan umum, baik itu pemilihan legislatif maupun eksekutif dan peran di masing-masing lembaga pemerintahan, baik yang terlibat langsung dalam pemilihan umum maupun yang tidak dapat menjalankan fungsinya masing-masing. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *