Nestapa PMI Aceh di Kamboja, Sosiolog UMS: Lapangan Kerja Domestik Minim

  • Bagikan
PERLU PERLINDUNGAN: Puluhan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Aceh menunggu uluran tangan dan bantuan dari pemerintah atas kasus dialami selama bekerja di Kamboja.

INDOSatu.co – SURABAYA – Kasus penyiksaan dan meninggalnya beberapa Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negara Kamboja yang diduga terlibat judi online dan penipuan dalam jaringan internet tercium juga di Tanah Air.

Ironisnya, dalam kasus tersebut, pemerintah justru mengaku sulit memberikan perlindungan kepada pekerja migran di Kamboja tersebut karena status mereka adalah ilegal.

Merespon sikap sederhana pemerintah tersebut, Agus Budiman, Pakar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) mengaku sangat menyayangkan statemen tersebut.

Padahal, para PMI Aceh memilih profesi tersebut karena minimnya lapangan kerja di dalam negeri. Sehingga, kata dia, menjadi PMI di luar negeri menjadi salah satu faktor pendorong PMI meski dengan resiko yang tidak ringan.

Baca juga :   Terbukti Aklamasi, Ali Mufthi Pimpin Partai Golkar Jatim 2025-2030

“Kurangnya informasi dan pemahaman tentang risiko pekerjaan di luar negeri juga turut memperburuk situasi ini,”ujar Budi kepada wartawan di Surabaya, Jumat (18/4).

Kata Budi , fenomena ini bukan soal kriminalitas individu semata, tetapi cermin kegagalan negara dalam menyediakan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Menurutnya, banyak warga Indonesia terpaksa merantau dengan risiko tinggi karena kondisi ekonomi yang memaksa.

Menurut laporan dari LSM Migrant Watch Asia, banyak PMI direkrut melalui agen tidak resmi dan dijanjikan pekerjaan di sektor jasa atau teknologi. Namun kenyataannya, mereka dipaksa bekerja di perusahaan yang menjalankan aktivitas judi online, penipuan daring, bahkan perdagangan manusia. Beberapa korban mengaku disekap, disiksa, dan tidak menerima gaji sebagaimana dijanjikan.

Baca juga :   HNW Ajak Pimpinan BMIWI untuk Wujudkan Cita-Cita Indonesia Merdeka

“Negara tidak cukup hanya memulangkan mereka. Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan PMI dan kebijakan ketenagakerjaan nasional,” tegasnya lagi.

Diketahui bahwa lonjakan keberangkatan non-prosedural ke Kamboja selama dua tahun terakhir terus meningkat. Sementara itu, angka pengangguran di dalam negeri masih stagnan, terutama di kalangan usia produktif.

Budi menilai bahwa ini menjadi bukti lemahnya pengawasan terhadap agen penyalur tenaga kerja sebagai salah satu faktor kunci. “Ironisnya, kita membiarkan anak-anak bangsa menjadi korban kejahatan transnasional karena tidak ada ruang kerja yang tersedia di tanah air,” imbuhnya.

Baca juga :   Bojonegoro Raih Anugerah Kabupaten/Kota Sehat Tahun 2023 Tingkat Nasional

Budi menyerukan agar pemerintah tidak hanya reaktif, tetapi mulai serius berinvestasi pada pengembangan ekonomi lokal, pelatihan vokasi, dan pembukaan sektor industri berbasis kerakyatan.

Selain itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan, dan menyediakan lapangan kerja yang layak guna mengurangi ketergantungan pada pekerjaan migran yang berisiko tinggi.

“Kalau tidak ada perubahan fundamental, cerita PMI menjadi korban eksploitasi akan terus berulang,” pungkas Agus Budiman. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *