Status Tenaga Pendidik tak Jelas, Haeny Relawati Sorot Sekolah Rakyat

  • Bagikan
PEDULI PENDIDIKAN: Haeny Relawati Rini Widyastuti (tengah) menyoroti pelaksanaan Sekolah Rakyat yang sebentar lagia kan di-launching di seluruh Indonesia.

INDOSatu.co – JAKARTA – Inisiatif pemerintah melalui Kementerian Sosial untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan berasrama bernama Sekolah Rakyat dipertanyakan. Komisi VIII DPR RI menyorot ketidakjelasan status tenaga pendidik dan kependidikan dalam program Sekolah Rakyat tersebut.

Komisi VIII menyebut, berdasarkan hasil wawancara langsung di lapangan, calon kepala sekolah Sekolah Rakyat berasal dari ASN pemerintah daerah, namun belum ada kejelasan tertulis terkait penempatan mereka secara faktual di bawah kementerian pusat.

“Meski disebut akan dipindah ke pusat, tetapi saat ini mereka belum menerima SK tertulis. Padahal, hal ini melibatkan instansi lain, seperti BKN dan KemenPAN-RB. Ini yang sejak awal sudah saya ingatkan kepada Kementerian Sosial,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI Haeny Relawati Rini Widyastuti dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta usai kunjungan di Bekasi.

Baca juga :   Soal Polusi Udara Jadebotabek, Politisi PKS: Menteri Bahlil Jangan Asal Bicara!

Lebih lanjut, Haeny menyoroti bahwa tenaga pendidik dan kependidikan di luar kepala sekolah ternyata berasal dari tenaga PPPK, yang direkrut langsung oleh Kementerian Sosial. Mantan bupati Tuban, Jawa Timur dua periode itu mempertanyakan keberlanjutan status mereka mengingat belum ada kejelasan penganggaran jangka panjang di dalam RAPBN 2026.

“Jika kontrak PPPK dengan Kementerian Sosial hanya untuk satu tahun, bagaimana kelanjutannya? Apakah akan diperpanjang atau dialihkan? Ini penting untuk keberlangsungan Sekolah Rakyat,” tegasnya.

Legislator dapil Jawa Timur IX, juga mengusulkan agar dalam sistem pendidikan berasrama seperti Sekolah Rakyat, dibutuhkan “pamong”, sebagaimana yang diterapkan di sekolah-sekolah seperti Taruna Nusantara. Menurutnya, Kementerian Sosial memiliki keunggulan dalam pengelolaan pamong karena pengalaman panjang dalam rehabilitasi sosial.

Baca juga :   Sampaikan HPN, Puan Maharani Minta Pers Jadi Penjaga Kedaulatan Rakyat

“Kalau sekolah umum tak terbiasa dengan sistem asrama, Kementerian Sosial justru unggul. Mereka punya SDM dan pengalaman yang cukup, bahkan bisa memanfaatkan tenaga dari 27 UPT Sentra di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Ia juga mencatat bahwa desain fisik sekolah rakyat di Sentra Bekasi sudah 80 persen menyerupai blueprint Kementerian Sosial yang dirancang bersama Kementerian PUPR, yang artinya program ini bisa berjalan dengan lebih efisien secara anggaran dan tepat guna.

Dalam kesempatan tersebut, Komisi VIII DPR RI juga menyinggung soal ketersediaan lahan sebagai tantangan terbesar dalam ekspansi Sekolah Rakyat ke seluruh kabupaten/kota seperti yang ditargetkan Presiden Prabowo.

Ia mendorong agar aset-aset milik pemerintah provinsi yang belum dimanfaatkan dapat dialihfungsikan untuk mendukung Sekolah Rakyat, mengingat pemerintah kabupaten/kota tidak lagi memiliki kewenangan atas pendidikan tingkat menengah atas ke atas.

Baca juga :   Mengejutkan, Sebesar 33 Persen Pemilih Muda di Jawa Timur Tolak Politik Dinasti

“Saya pernah sampaikan, daripada cari lahan baru, lebih baik kita manfaatkan aset provinsi yang idle. Pemerintah provinsi bisa membantu mempercepat realisasi program ini,” ujar politisi Fraksi Partai Golkar.

Dengan berjalannya program sekolah rakyat ini, Haeny menekankan bahwa pengembangan Sekolah Rakyat tidak boleh hanya fokus pada target kuantitatif seperti jumlah sekolah atau siswa, melainkan juga harus memastikan kualitas manajemen, status hukum tenaga pengajar, dan kesiapan kurikulum.

“Kalau kita mau mewujudkan cita-cita besar Presiden Prabowo melalui Sekolah Rakyat, maka tenaga pendidikan, kurikulum, dan tata kelola kelembagaan harus beres sejak awal,” pungkasnya. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *