INDOSatu.co – JAKARTA – Nasib tiga hakim penyidang kasus importasi gula yang memvonis mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong benar-benar diujung tanduk. Komisi Yudisial (KY) terkonfirmasi segera menindaklanjuti laporan kuasa hukum Tom Lembong terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun kepada dirinya dalam kasus korupsi importasi gula.
“KY segera memverifikasi dan menganalisis laporan. Kami berharap kuasa hukum TL (Tom Lembong) segera melengkapi persyaratan laporan,” kata Anggota dan Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/8).
Mukti menjelaskan, KY telah menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap majelis hakim yang menjatuhkan pidana empat tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp 750 juta kepada Tom Lembong.
Laporan disampaikan kuasa hukum Tom Lembong di Gedung KY, Jakarta, Senin (4/8). “KY telah mengawal kasus ini karena menarik perhatian publik melalui tugas pemantauan persidangan. Sesuai tugas dan fungsinya, KY akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan merespons cepat dengan memeriksa dan mempelajari laporannya terlebih dahulu,” ujar Mukti Fajar.
Selain pemeriksaan terhadap pelapor, Mukti Fajar mengatakan sangat memungkinkan bagi KY untuk memeriksa majelis hakim yang bersangkutan guna menggali informasi lebih lanjut terkait dugaan pelanggaran KEPPH.
Dia juga menegaskan bahwa keadilan akan ditegakkan dan tidak ragu untuk merekomendasikan sanksi, apabila terbukti adanya pelanggaran kode etik hakim.
Langkah hukum ini dilakukan Tom hanya beberapa hari setelah ia dibebaskan dari Rutan Cipinang, Jakarta, pada 1 Agustus 2025, menyusul abolisi yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Meski telah menerima abolisi, Tom tidak menganggap kasusnya selesai begitu saja.
Menurut Anggota Tim Penasihat Hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, laporan ke Mahkamah Agung ini bertujuan agar ada evaluasi menyeluruh terhadap proses penegakan hukum yang dialami kliennya. Ia menekankan bahwa niat utama Tom adalah mendorong koreksi sistemik dalam sistem peradilan.
Zaid menambahkan, kliennya tidak memandang abolisi sebagai akhir dari perjuangan hukumnya. Justru sebaliknya, Tom menunjukkan komitmen untuk memperjuangkan pembenahan hukum agar tidak ada lagi pihak lain yang mengalami hal serupa.
“Jadi, Pak Tom ini tidak semata-mata setelah dia bebas ya udah, kita selesai. Enggak, dia komitmen dengan perjuangannya. Ada yang harus dikoreksi, ada yang harus dievaluasi,” ucap Zaid.
Tiga hakim yang dilaporkan adalah Ketua Majelis Dennie Arsan Fatrika dan dua Hakim Anggota, Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Laporan ini, kata Zaid, dilandasi oleh penilaian bahwa proses persidangan tidak menjunjung prinsip presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah.
“Yang menjadi catatan adalah ada salah satu hakim anggota yang menurut kami selama proses persidangan itu tidak mengedepankan presumption of innocence. Dia tidak mengedepankan asas itu. Tapi justru mengedepankan presumption of guilty. Jadi Pak Tom ini seolah-olah memang orang yang udah bersalah tinggal dicari aja alat buktinya. Padahal tidak boleh seperti itu proses peradilan,” terang Zaid.
Ia juga menyebutkan, pihaknya juga akan melaporkan perkara ini ke beberapa lembaga lain, termasuk Ombudsman Republik Indonesia, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tujuannya sama, yakni mendorong agar ada koreksi dan akuntabilitas atas praktik peradilan yang dianggap menyimpang.
Sebagaimana diketahui, Tom Lembong dijatuhi hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, serta denda Rp750 juta subsidair 6 bulan kurungan. Ia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus importasi gula tahun 2015–2016 ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan. (*)




