Dari Sarang Walet ke Produk Siap Saji (Inspirasi Hilirisasi ala Bojonegoro)

  • Bagikan

KISAH hilirisasi di Indonesia seringkali terfokus pada komoditas besar seperti mineral dan sawit. Namun, dari sebuah kabupaten di Jawa Timur, lahir pelajaran berharga tentang bagaimana hilirisasi sesungguhnya bekerja. Dimulai dari mengubah pola pikir, didorong inovasi, dan dijalankan dengan ketekunan wirausaha.

Dari Bahan Mentah ke Produk Bernilai Tambah Tinggi

Selama puluhan tahun, sarang burung walet dari Bojonegoro dan daerah lain di Indonesia hanya diekspor sebagai bahan mentah. Praktik ini membuat nilai ekonominya tidak optimal dan rentan terhadap fluktuasi harga pasar global. Nasib petani dan pengumpul sarang walet sepenuhnya bergantung pada permintaan dari luar negeri.

Edwin Pranata, putra daerah Bojonegoro yang berasal dari keluarga pengusaha sarang walet, melihat masalah ini sebagai peluang. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika Serikat, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman pada 2014 dengan satu misi: menghentikan praktik ekspor bahan mentah dan menciptakan produk bernilai tambah tinggi.

“Kita seperti hanya menjadi penjual kayu gelondongan, sementara negara lain yang membuat mebel cantik dengan harga berlipat-lipat,” ujar Edwin, menggambarkan kondisi saat itu.

Tiga Tahap Kunci Hilirisasi yang Berhasil

Pertama, Riset dan Pengembangan Produk. Edwin tidak serta merta membuat produk asal-asalan. Ia melibatkan ahli teknologi pangan untuk menciptakan formulasi yang tepat, mengubah sarang walet yang biasanya hanya dikonsumsi sebagai sup menjadi berbagai varian produk modern seperti minuman siap saji, makanan ringan, dan suplemen kesehatan. Proses ini membutuhkan waktu dan percobaan berulang kali hingga mendapatkan produk yang tepat.

Baca juga :   Jokowi Layak Dimakzulkan, Petisi 100 Siap Debat dengan Yusril dan Jimly

Kedua, Pembangunan Merek dan Standarisasi Kualitas. Lahirlah Real Food sebagai merek yang menjembatani produk tradisional dengan pasar modern. Edwin menyadari bahwa untuk bersaing di pasar global, produk harus memenuhi standar kualitas tertinggi. Real Food mengantongi sertifikasi BPOM dan berbagai standar keamanan pangan lainnya.

Ketiga, Penguasaan Pasar dan Distribusi. Awalnya terkonsentrasi di Bojonegoro, Real Food kemudian memperluas jangkauannya ke Surabaya dan Jakarta sebagai hub distribusi. Strategi pemasaran yang awalnya mengandalkan multi-level marketing (MLM) berhasil ditransformasi menjadi pemasaran digital melalui marketplace dan platform modern lainnya.

Dampak Berantai yang Luas

Hilirisasi yang dilakukan Real Food menciptakan efek domino positif bagi perekonomian lokal. Petani dan pengumpul sarang walet kini memiliki pasar yang stabil dengan harga yang lebih baik. Proses produksi yang berpusat di Bojonegoro menciptakan lapangan kerja, mulai dari tenaga produksi, packaging, hingga pemasaran.

Baca juga :   KCJB Rugikan Negara: APBN Tidak Boleh untuk Jaminan Utang

Yang tak kalah penting, kesuksesan Real Food menginspirasi pelaku usaha lain di Bojonegoro untuk melakukan hal serupa dengan komoditas lokal lainnya, seperti emping melinjo dan hasil pertanian lainnya.

Momentum Pandemi dan Kesadaran Kesehatan

Ketika pandemi COVID-19 melanda, permintaan terhadap produk kesehatan alami meningkat drastis. Real Food tidak hanya menikmati peningkatan penjualan, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemain di industri wellness. Donasi produk ke rumah sakit dan tenaga medis selama pandemi meningkatkan kesadaran masyarakat akan merek ini.

Pelajaran untuk Hilirisasi Komoditas Lainnya

Kisah Real Food memberikan template yang bisa diterapkan untuk hilirisasi komoditas lainnya:

1. Mindset Change: Hilirisasi dimulai dari keberanian mengubah pola pikir dari penjual bahan mentah menjadi pencipta produk bernilai tambah.
2. Science and Technology-Based: Hilirisasi tanpa dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi akan sulit bersaing di pasar modern.
3. Branding Matters: Produk hilirisasi perlu dikemas dan diposisikan sebagai merek modern yang relevan dengan konsumen saat ini.
4. Market Adaptation: Strategi pemasaran harus fleksibel dan mampu beradaptasi dengan perilaku konsumen.
5. Local Roots, Global Vision: Meski berbahan baku lokal, cita rasa dan kualitas harus memenuhi standar global.

Baca juga :   Jangan Ragu, Tangkap Panji Gumilang

Dukungan Ekosistem yang Diperlukan

Kesuksesan hilirisasi tidak bisa hanya mengandalkan pelaku usaha. Diperlukan ekosistem yang mendukung, termasuk:

· Kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi, seperti kemudahan perizinan dan sertifikasi
· Akses terhadap pendanaan dan teknologi
· Infrastruktur yang memadai
· Sumber daya manusia yang kompeten

Masa Depan Hilirisasi Indonesia

Kisah Real Food membuktikan bahwa hilirisasi bukan hanya tentang membangun pabrik pengolahan, tetapi tentang membangun nilai tambah yang berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tepat, komoditas lokal Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar global.

“Kuncinya ada di value creation,” tegas Edwin. “Kita harus berani berinvestasi dalam menciptakan nilai tambah, bukan sekadar menjual apa adanya.”

Sebagai penutup, transformasi sarang walet Bojonegoro dari bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi melalui Real Food layak menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Hilirisasi yang sesungguhnya dimulai dari perubahan pola pikir dan diwujudkan melalui inovasi dan entrepreneurship yang konsisten. (*)

Dr. H. Suyoto, MSi;
Penulis adalah Praktisi dan Motivator Nasional, juga Pengajar FAI Unmuh Gresik.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *