INDOSatu.co – JAKARTA – Menindaklanjuti pertemuan Forum Sesepuh NU di Ponpes Al Falah, Ploso, Kediri, mereka akan kembali menggelar pertemuan. Sebagai tuan rumah pertemuan tersebut adalah Pondok Pesantren Tebuireng pada Sabtu (6/12) besok.
Mereka mengundang unsur Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk bersilaturahmi di Ndalem Kasepuhan Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur pada Sabtu (6/12).
Undangan tersebut disampaikan melalui dua surat terpisah dengan nomor surat yang sama: 2312/I/HM/0001/PENG/XII/2025. Keduanya ditandatangani oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz, dan KH Umar Wahid yang bertindak sebagai sohibul hajat (tuan rumah).
“Menindaklanjuti pertemuan para sesepuh Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso pada Ahad 30 November 2025, dengan ini kami bermaksud mengundang panjenengan,” tulis kedua surat tersebut yang dikutip Kamis (5/12).
Dalam Lampiran pada undangan pertama, tertulis ‘Silaturrahim Mustasyar dengan Rais Aam PBNU’. Di daftar undangan, tertera nama 13 orang Mustasyar PBNU; 3 orang dari Syuriyah PBNU, yaitu KH Miftachul Akhyar, KH Afifuddin Muhajir, dan KH Anwar Iskandar; serta 2 orang dari Tanfidziyah PBNU, yaitu H Saifullah Yusuf dan H Gudfan Arif.
Sementara dalam lampiran pada undangan kedua, tertulis ‘Silaturrahim Mustasyar dengan Ketua Umum’. Di daftar undangan, tertera 30 orang Mustasyar PBNU; 3 orang dari Syuriyah PBNU, yakni KH Muadz Thohir, KH Abdul Ghofur Maimoen, dan KH Ahmad Said Asrori; serta 2 orang dari Tanfidziyah PBNU, yaitu KH Yahya Cholil Staquf dan H Amin Said Husni.
Silaturahmi memang digelar di tempat dan hari yang sama, namun dibagi dalam dua waktu yang berbeda. Pertemuan yang mengundang KH Miftachul Akhyar diselenggarakan pada pukul 10.00-12.00 WIB, sementara pertemuan yang mengundang KH Yahya Cholil Staquf diadakan pada pukul 13.00-15.00 WIB.
Sebagai sohibul hajat, KH Umar Wahid (Gus Umar) membenarkan terkait undangan dalam surat itu. “Benar,” kata Gus Umar pendek.
Gus Umar meminta pertemuan tersebut dilaksanakan di Pesantren Tebuireng. Salah satu faktornya karena di ponpes inilah para pendiri NU: Mbah Hasyim, Mbah Bisri, dan beberapa kiai lain itu mendirikan NU dengan satu tujuan yang mulia, dengan tujuan kepentingan umat.
Lebih lanjut, Kiai Umar mengharapkan bahwa pertemuan tersebut akan membawa kesejukan; tidak hanya untuk Nahdliyin, tetapi juga untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
“Mungkin sebagian besar rakyat Indonesia berharap bahwa NU ini bisa tatap menjadi jangkar. Kita berharap NU bisa jadi jangkar, orang mau agamanya apa, suku bangsanya apa, semuanya ingin NU tetap menjadi jangkar karena sejarah membuktikan bahwa NU sudah bisa menjadi jangkar. Masa gara-gara urusan begini, urusan sepele dibanding dengan kebesaran NU, kita jadi ribut,” jelasnya. (*)



