INDOSatu.co – YOGYAKARTA – Statemen mengejutkan datang dari Guru Besar Teknik Sipil sekaligus Pakar Geoteknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D. menyikapi bencana banjir dan longsor di berbagai wilayah Indonesia, terutama di Aceh, Sumut dan Sumbar.
Disaat narasi publik menyalahkan hujan ekstrem dan siklon tropis sebagai penyebab utama bencana, Prof. Agus Setyo justru meninjau persoalan bencana melalui sudut pandang ilmu pengetahuan dan wahyu Alquran.
Dalam kajian ilmiah bertema “Pandangan Alquran terhadap Sumber Daya Alam” yang digelar di Masjid Ahmad Dahlan UMY, Prof. Agus Setyo menegaskan bahwa bencana bukan semata-mata akibat fenomena alam. Baik dalam kajian ilmiah maupun perspektif Alquran. Manusia memiliki kontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan yang kemudian memicu bencana.
“Kita sering terburu-buru menimpakan kesalahan kepada alam. Padahal tugas kita sebagai khalifah adalah menjaga dan mengharmonisasikan bumi agar tetap seimbang,” ujar Guru Besar yang menjadi salah satu ilmuwan berpengaruh dunia itu.
Prof. Agus Setyo lalu mengutip Surat Ar-Rum ayat 41 untuk menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut merupakan akibat ulah manusia. Mulai dari eksploitasi sumber daya alam, pengabaian tata ruang, hingga alih fungsi lahan yang tidak terkendali.
Sebagai pakar dalam bidang tanah longsor dan forecasting disaster, Prof. Agus Setyo menjelaskan bahwa, dalam literatur ilmiah klasik hingga modern, hujan, angin, dan gempa bukan dikategorikan sebagai penyebab bencana, melainkan pemicu (triggering factors). Faktor utama yang membuat suatu wilayah rentan justru perubahan yang dilakukan manusia terhadap struktur dan ekosistem alam.
“Seperti SPBU, ia punya potensi kebakaran. Tapi tanpa pemantik, tidak akan terbakar. Pemantiknya adalah tindakan manusia,” jelas Prof. Agus Setyo.
Menurutnya, kesalahan paradigma ini membuat masyarakat mudah menyalahkan hujan sambil mengabaikan akar persoalan, seperti deforestasi, tata ruang yang keliru, pembangunan di zona rawan, dan minimnya perencanaan risiko jangka panjang.
Prof. Agus mengingatkan bahwa seluruh ciptaan Allah berjalan berdasarkan hukum keseimbangan (mizan). Gunung yang berfungsi sebagai pasak bumi, siklus hidrologi yang menggerakkan air, hingga pergerakan angin yang membentuk awan, semuanya adalah bagian dari sistem alam yang sempurna.
Ia menekankan ayat-ayat Alquran, termasuk Surah An-Nur ayat 43, yang menggambarkan proses terbentuknya hujan sebagai sunnatullah, yakni hukum alam yang teratur dan bukan peristiwa kebetulan.
“Alam mengambil haknya untuk kembali seimbang ketika manusia merusaknya. Bencana bukan cacat ciptaan, tetapi konsekuensi dari ketidakharmonisan kita dengan alam,” tuturnya.
Dengan pengalaman riset mengenai siklon tropis di Taiwan, Prof. Agus Setyo menjelaskan bahwa, kejadian meteorologi ekstrem dapat diprediksi melalui teknologi dan riset multidisiplin. Namun Indonesia masih tertinggal dalam kesiapsiagaan karena kurangnya integrasi keilmuan dan minimnya perencanaan kebencanaan yang komprehensif.
“Tugas manusia adalah berikhtiar dengan ilmu, bukan pasrah lalu menyalahkan fenomena alam,” tegasnya.
Karena itu, Prof. Agus Setyo mengajak masyarakat untuk memperbaiki cara pandang terhadap hujan dan fenomena alam. Tidak ada satu pun ayat dalam Alquran yang menyebut hujan sebagai musibah. Hujan adalah rahmat. ”Yang menjadikannya musibah adalah manusia yang tidak mengelolanya,” ujar Prof. Agus Setyo.
Ia mengajak juga masyarakat agar jangan mudah mengeluh. Ketika hujan turun, Rasulullah SAW justru mengajarkan umatnya untuk berdoa. Karena itu tanda rahmat, bukan bencana. (*)



