Lawan Inflasi 8.50 Persen, Bank Sentral AS Bakal Naikkan Interest Rate 0.50 Persen Juni 2022

  • Bagikan

ORANG sering bicara soal inflasi. Di negara mana pun di belahan dunia, inflasi tetap ada, apalagi di Indonesia. Lalu seperti dampak inflasi terhadap kehidupan dan ekonomi Indonesia?

Untuk memahami, apakah inflasi itu baik atau buruk bagi ekonomi dan kehidupan satu bangsa, maka kita harus memahami dulu, apa itu inflasi dan apa dampaknya terhadap kehidupan kita sehari-hari, khususnya terhadap ekonomi pasar dan kebutuhan hidup kita sehari-hari.

Apa itu inflasi?

Pengertian inflasi itu secara sederhana adalah kondisi dimana nilai currency mata uang di satu negara itu turun atau jatuh, dan akibatnya harga barang dan jasa itu naik atau semakin mahal.

Intinya, karena nilai mata uang berkurang atau lemah, maka harga barang dan jasa, semakin mahal.

Apakah itu baik atau buruk buat kita? Jawabanya, tergantung.

Tergantung apa?

a). Bagi pembeli. Sangat jelas bahwa inflasi itu buruk dan menyengsarakan, karena harga barang dan jasa semakin mahal, sementara gaji atau penghasilan tetap.

b). Bagi para “investor” yang sudah membeli atau memiliki barang atau jasa, inflasi itu bagus, karena mereka memperoleh kenaikan harga dari appreciation (kenaikan equity dan kenaikan harga pasar) dari barang dan jasa yang sudah dimiliki.

Tidak semua inflasi itu buruk. Bahkan “0” inflasi itu indikator bagi ekonomi satu negara “buruk” karena dengan “0” inflasi, berarti ekonominya tidak jalan, sepi demand, lemahnya aktivitas pergerakan barang dan jasa.

Tapi inflasi yang terlalu tinggi juga buruk, karena jatuhnya nilai currency mata uang satu negara, hal itu selain membuat harga barang dan jasa mahal, juga kesulitan bagi negara itu untuk bayar UTANG, seperti Indonesia.

Ketika negara itu kesulitan bayar UTANG seperti Indonesia, maka pemerintah lewat Menkeu Sri Mulyani akan ambil jalan pintas:

1). Menaikan PAJAK

2). Printing RUPIAH lebih banyak

3). Jualan BONDS (ngutang lagi).

Jangan heran bila Menkeu Sri Mulyani lagi kalap menaikan pajak dan memburu pajak sana-sini.

Itu semua buruk bagi kehidupan bangsa dan negara. Karena itu, inflasi harus diatur. Tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah.

Inflasi di USA saat ini hingga Maret 2022 sebesar 8.5 persen.

Meski ekonomi USA itu masih kuat, tetapi inflasi 8.5 persen itu tergolong tinggi. Karena itu, US FED (Bank Sentral AS) sudah punya rencana untuk menaikan interest rate 0.50% mulai Juni 2022, untuk menanggulangi inflasi yang sudah tinggi supaya lebih terkontrol.

Baca juga :   Prabowo adalah TNI Demokratis (Tanggapan untuk Dhimam Abror Djuraid)

Itulah monetary policy US FED to balance the US  ekonomi and inflation.

Lalu, berapa rate of inflation yang baik? It depends.

Best inflasi bagi USA adalah antara 4 persen hingga 5 persen. Hal itu juga tergantung pada banyak faktor dan variabel ekonomi dan politik dalam negeri dan geopolitics global.

Inflasi di atas 7 persen di USA, sudah dianggap tinggi.

Bagi negara yang ekonominya lemah seperti Indonesia, rate inflasi yang durable atau baik adalah antara 2,5 persen hingga 3 persen.

Hal itu memungkinkan ekonomi, khususnya pergerakan atau demands terhadap barang dan jasa cukup sehat. Kalau inflasi di Indonesia di atas 5 persen itu sudah tinggi, di bawah 2.5 persen juga tidak bagus.

Jadi, tinggi dan rendahnya rate of inflation dan baik atau buruknya (good or bad), bagi masing-masing negara itu berbeda-beda karena perbedaan kekuataan ekonomi negara masing-masing.

Perhitungan inflasi itu bisa dikalkulasi sebagai berikut:

Rate of inflation = Awal CPI – Final CPI : awal CPI x 100 (CPI: Consumer Price Index).

Dari kalkukasi itu akan ditemukan the rate of inflation.

Rate of inflation itu hampir sama dengan pengertian debt ratio to GDP terhadap satu negara juga berbeda-beda, untuk masing-masing negara.

USA dan JAPAN, meski debt ratio to GDP-nya di atas 100 persen, tapi secara financial dan ekonomi masih kuat dibanding Indonesia yang debt ratio to GDP di bawah 40 persen.

Itu terjadi karena USA dan JAPAN memiliki 2 hal, yang tidak dimiliki Indonesia, yakni:

1). Domestic Equity Market yang sangat solid.

2). Market Capitalization yang sangat besar di seluruh dunia.

Karena itu, dunia lebih tertarik beli BONDS USA atau JAPAN, dibanding BONDS dari Indonesia.

Lucu khan? Padahal debt ratio to GDP USA dan JAPAN begitu tinggi.

Faktanya, dunia lebih nyaman memberi KREDIT ke USA dan JAPAN dibanding ngasih kredit ke Indonesia. Padahal, debt ratio to GDP USA dan JAPAN diatas 100 persen.

Sementara itu, debt ratio to GDP Indonesia di bawah 40 persen. Khan mestinya terbalik?

Ini yang publik di Tanah Air banyak yang tidak paham, termasuk talk show hosts dan TV presenters saat bertanya kepada Menkeu Sri Mulyani tentang UTANG 7 TURUNAN Indonesia.

Ketika dibantah oleh Sri Mulyani dengan perbandingan debt ratio to GDP negara USA dan JAPAN Vs. Indonesia, mereka sudah klepek-klepek, clueless dan bengong tidak tahu harus menjawab bagaimana melawan SRI MULYANI.

Baca juga :   Indonesia di Simpang Jalan

Padahal, penjelasan debt ratio to GDP Sri Mulyani itu misleading publik dangan sengaja!

Sri Mulyani tidak berani membandingkan DOMESTIC EQUITY MARKET dan MARKET CAPITALIZATION antara USA dan JAPAN dengan Indonesia.

Hanya membandingkan debt ratio to GDP tanpa membicarakan perbedaan ekonomi dan kekuataan ekonomi masing-masing negara is just ridiculous and misleading.

Sepertinya membandingkan debt ratio penjual bakso vs debt ratio BUMN tanpa membandingkan assets dan market kedua entities itu. It’s just ludicrous.

Ada 3 macam inflasi:

1). Demand-Pull Inflation

Adalah terjadi ketika kebutuhan akan barang sangat tinggi dan kapasitas produksi barang yang dibutuhkan itu sangat rendah. Demand is higher than the product being produced.

2). Cost- Push inflation

Adalah terjadi ketika ongkos atau biaya untuk menghasilkan produk itu naik, seperti kenaikan bahan bakar, gaji buruh, bahan material, dan sebagainya. Semua itu mengakibatkan ongkos produksi mahal. Maka konsekwensi, harga barang akan naik. Ketika harga barang naik, terjadi devaluing nilai mata uang satu negara.

3). Built-In Inflation.

Adalah terjadi sebagai dampak ekpektasi akan terjadinya inflasi ke depan, seperti kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat setiap tahun (historical inflation), maka buruh akan menuntut gaji yang lebih besar untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal). That’s built-in inflation.

Apa saja penyebab inflasi?

Ada banyak faktor dan variabel, tetapi secara umum ada 5 hal:

1). Monetary Policy Pemerintah.

Ketika pemerintah supply banyak uang ke pasar dengan mencetak (printing more Rupiah) uang beredar lebih banyak (supply) untuk bayar UTANG atau membangun infrastructures secara berlebihan (excessive), maka mbludaknya uang di pasar akan melemahkan nilai currency mata uang tersebut.  Itu terjadi karena kebijakan pemerintah yang ngawur dan malas mikir, ambil jalan pintasnya saja, untuk mengatasi kesulitan financial di satu negara dengan supplying excessive Rupiah.

2). Fiscal Policy.

Ketika pemerintah BOROS, banyak UTANG, antara income dan spending tidak balanced menghasilkan DEFISIT setinggi gunung.

Untuk bisa membayar utang negara 7 TURUNAN yang sangat besar itu; sebagai akibat pemborosan, mismanagement, korupsi dan fiscal policy yang amburadul, pemerintah lewat Menkeu Sri Mulyani mulai menciptakan PAJAK-PAJAK baru dan menaikkan PAJAK lainnya, selain printing RUPIAH dan jualan BONDS (ngutang lagi) kalau masih laku jualan SURAT UTANG NEGARA (SUN). Itu semua bisa menyebabkan inflasi.

Baca juga :   Sistem IT KPU Cacat Sejak Lahir; Wajib Audit Forensik

3). Demand-Pull Inflation, sudah dijelaskan di atas.

4). Cost-Push Inflation, sudah dijelaskan di atas.

5). Exchange Rate.

Perubahan exchange rate, naik dan turunnya exchange rate (fluctuation) mengakibatkan terjadi inflasi.

Secara umum 5 hal di atas tadi yang menyebabkan inflasi di satu negara.

Tetapi selain itu, banyak faktor dan variabel lainnya yang berupa politik dan geopolitik dunia yang bisa mengakibatkan inflasi.

Sebagai contoh perang di UKRAINA atau kebijakan ZERO COVID POLICY di RRC yang interrupting supply chain akan product kebutuhan pokok worldwide. Tentunya impact inflation itu juga berbeda-beda terhadap masing-masing negara.

Dengan massive economic sanctions dari Barat terhadap Russia, inflasi di RUSSIA mencapai 17 persen hingga 20 persen. Bisa dibayangkan, betapa sulit dan mahalnya kehidupan rakyat umum di Russia untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Begitu juga dengan LONG TERM DEMO; 3 minggu hingga 3 bulan, yang pernah saya advokasikan kepada mahasiswa untuk menuntut perubahan politik di Tanah Air.

Karena LONG TERM DEMO dengan strategy dan TARGET ekonomi itu akan memiliki dampak langsung terhadap inflasi, ekonomi dan currency.

Hanya dengan cara itulah, perubahan secara paksa itu bisa dilakukan dari bawah ke atas.

LONG TERM DEMO with specific TARGET and long term strategy adalah satu-satunya opsi yang tersisa di Indonesia untuk menuntut perubahan dari rezim keras kepala yang tidak peduli dengan KEDAULATAN TERTINGGI RAKYAT!.

Jadi, ketika mendengar dan membaca berita di TV atau media sosial, bahwa US FED akan menaikan interest rate 50 basis point (0.50%) itu apa artinya buat kita? Jangan mau lagi dikibuli.

Semoga dengan membaca artikel di atas, kalian tidak usah pusing dan mau dibohongi lagi oleh mereka yang sok ahli ekonomi atau oleh pejabat DEPKEU yang senang bikin public statements yang misleading, termasuk MENKEU-nya.

Jadikan argumentasi saya di atas untuk membantah public statements MENKEU, pejabat DEPKEU, dan pejabat negara lain.

Jangan lagi mau percaya dengan argumentasi debt ratio to GDP yang misleading, inflasi yang diakibatkan oleh US FED, Partai GERUNG atau diplomacy GERUNG 20 oleh DEPLU dan DEPKEU pada pertemuan KTT G-20 di Bali mendatang. (*)

Chris Komari;
Penulis adalah Activist Democracy Forum Tanah Air (FTA), sekarang tinggal di Kota Bay Point, Contra Costa County, California, USA

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *