INDOSatu.co – BOJONEGORO – Sidang lanjutan kasus pengeroyokan yang menewaskan G, 18, pelajar SMAN di Jalan Bojonegoro-Dander, tepatnya di Desa Ngumpak Dalem mengungkap sejumlah fakta baru. Fakta tersebut adalah bahwa sebelum aksi mereka terlaksana, mereka ternyata meminum minuman miras, berjenis arak.
Dalam lanjutan sidang pengeroyokan tersebut, telah dihadirkan 8 saksi. Mereka SH, RP alias Dika, JBS, SH, BW, OEP, L, serta AS. Sementara, BENI, MARCEL, AFIN, NURI, SUKMA, statusnya adalah DPO.
Selain karena faktor miras, sejumlah fakta baru juga muncul dalam sidang tersebut. Bahkan, aksi pengeroyokan itu semata-mata karena salah sasaran. Kemarahan itu dipicu oleh aksi vandalis yang diduga dilakukan perguruan pencak silat lain karena mendapati tugu pencak Silat Pagar Nusa dicorat-coret. Mendapati fakta tersebut, mereka marah dan mencari orang yang melakukan vandalisme tersebut.
Dekry Wahyudi, jaksa penuntut umum (JPU) tidak serta merta percaya begitu saja. Ternyata aksi yang mereka lakukan dipersiapakan dengan sangat rapi. Dalam sidang pertama misalnya, ditemukan sajam berupa ruyung dan gear di lokasi kejadian saat aksi pengeroyokan itu berlangsung.
”Mereka bisa ngomong apa saja, tapi fakta di lapangan menjadi bukti dari aksi pengeroyokan yang menewaskan korban itu,” kata Dekry.
Sementara itu, ibu kandung korban G, ECP mengaku sangat sedih sepeninggal putranya tersebut, Dia berharap hukum harus ditegakkan dan kalau perlu para pelaku dihukum yang setimpal dengan apa yang telah dilakukan mereka terhadap G, putranya. ECP ingin para pelaku dihukum seberat-beratnya.
”Saya ingin para pelaku juga dihukum yang setimpal, yakni hukuman mati,” kata ECP saat diwawancarai INDOSatu.co, Jumat (15/3).
Sejak sidang yang pertama, ECP memang terlihat tak kuasa menahan tangis saat jaksa penuntut umum (JPU) membacakan hasil visum dokter di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro, Kamis (14/3).
Dari hasil pemeriksaan dokter forensik, akhirnya muncul fakta bahwa korban mengalami luka parah di bagian kepala, sehingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Dari hasil kesimpulan visum atau pemeriksaan yang tertera pada surat dakwaan menyatakan, ditemukan luka robek pada dahi kiri dan belakang kepala. Korban juga mengalami patah tulang dahi dan dasar tengkorak dahi, termasuk patah tulang belakang kepala. G dari hasil pemeriksaan juga mengalami kerusakan organ otak.
”Jadi, saya tidak rela jika mereka hanya dihukum badan, harusnya dihukum seberat-beratnya, yakni hukuman mati,” kata ECP.
ECP juga mengaku sakit hati karena anaknya meninggal dunia secara tidak wajar dan tidak manusiawi. Apalagi di lokasi ditemukan sajam ruyung dan gear di lokasi kejadian saat berlangsung pengeroyokan terhadap G, putranya tersebut. ”Jadi, hukuman mati bagi pelaku dianggap lebih adil,” pungkas EC. (*)