INDOSatu.co – BOJONEGORO – Hari Jadi Bojonegoro (HJB) diperingati setiap 20 Oktober. Mengawali rangakaian Hari Jadi Bojonegoro ke-348, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono dan Wabup Nurul Azizah melakukan ritual ziarah ke makam leluhur Bojonegoro, Jumat (17/10).
Tidak hanya bupati dan Wabup, beberapa pimpinan OPD di lingkungan Pemkab Bojonegoro juga ikut menyertai rombongan bupati dan wabup ziarah ke makam leluhur tersebut. Makam leluhur pertama yang diziarahi berada di Desa Ngraseh, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro.
Di tempat itulah perjalanan ziarah dalam rangka HJB ke-348 dimulai. Ziarah ke makam leluhur itu sudah menjadi tradisi. Ziarah tersebut tak sekadar seremonial, melainkan juga menjadi napak tilas spiritual untuk mengenang dan meneladani jasa para pendahulu.
Sebagian besar, para leluhur yang diziarahi adalah para tokoh yang pernah memimpin Bojonegoro dari waktu ke waktu sesuai zamannya. Dengan mengenakan pakaian serba putih, rombongan, termasuk istri bupati Wahono, Cantika Wahono, dengan khusyuk menggelar doa di setiap makam para leluhur yang disinggahi.
Ziarah pertama dilakukan di Makam Haryo Matahun, salah satu tokoh yang banyak berperan pada cikal bakal pembuka wilayah Bojonegoro. Suasana hening menyelimuti area makam. Doa dipanjatkan dengan khusyuk.
Perjalanan kemudian berlanjut ke Makam Adipati Djojonogoro di Desa Mojoranu, Kecamatan Dander, dan ditutup di Makam Kanjeng Sumantri di Kelurahan Mojokampung, Kecamatan Bojonegoro.
Bupati Bojonegoro Setyo Wahono mengatakan, peringatan HJB ke-348 menjadi momentum bagi seluruh masyarakat untuk meneladani semangat para leluhur yang telah meletakkan dasar perjuangan Bojonegoro.
“Kita sebagai generasi penerus harus mampu meneruskan perjuangan dan semangat para leluhur. Bojonegoro yang kita cintai ini tentu diimpikan menjadi daerah yang sejahtera, dengan terus berkolaborasi dan bersinergi membangun Bojonegoro lebih baik lagi,” ujarnya.
Peringatan Hari Jadi Bojonegoro tahun 2025 ini, Bupati juga meminta kepada kepala desa untuk menggelar tasyakuran bersama warga di masing-masing desa. Melalui tasyakuran serentak itu, pemerintah daerah mengajak masyarakat untuk ikut memiliki dan mencintai Bojonegoro.
Dari pelosok desa hingga pusat kota, pinta Bupati Wahono, warga bisa menggelar doa bersama, menyajikan tumpeng sebagai ungkapan rasa syukur. Bojonegoro, kata dia, adalah milik warga Bojonegoro. Sepatutnya, warga mengungkapkan rasa syukur terhadap karunia Allah SWT yang diberikan untuk Bojonegoro.
“Harapannya, masyarakat ikut memiliki Kabupaten Bojonegoro, bukan hanya menikmati hasil pembangunan, tetapi juga turut menjaga dan berkontribusi,” pungkas alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini. (*)




