INDOSatu.co – JAKARTA – Satu persatu, mantan menteri di era Presiden Joko Widodo mendekam di penjara. Setelah melalui tiga kali pemeriksaan dan kajian yang mendalam, Kejagung resmi menetapkan eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019-2022.
Kepastian status Nadiem itu disampaikan Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo. Nurcahyo mengatakan, Kejagung memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
“Jadi, hari ini kita telah menetapkan tersangka inisial NAM selaku Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024,” ujar Nurcahyo kepada wartawan di Kejagung, Kamis (4/9).
Nadiem, kata Nurcahyo, berperan penting dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Sebab, Nadiem diduga memerintahkan pemilihan ChromeOS untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.
Dengan penatapan Nadiem sebagai tersangka, Kejagung diharapkan dapat mengungkapkan aliran dana triliunan ke pihak-pihak lain dalam kasus tersebut. Selain Nadiem, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga saat ini juga sedang disidik KPK dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024.
Seperti yang pernah disampaikan Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, seorang menteri pasti tidak berani jika tidak mendapat perintah dan arahan dari atasan. Dan itu yang dialami Tom dalam kasus importasi gula. Karena itu, tugas Kejagung diharapkan mampu mengungkap kotak pandora dalam kasus di Kemendikbudristek tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019–2022.
Empat tersangka itu adalah Jurist Tan, selaku Stafsus Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.
Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek.
Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini. Sementara itu, Kejagung telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun. (*)



