INDOSatu.co – JAKARTA – Statemen Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin yang menganggap kasus Korupsi BTS 4G sudah selesai, dinilai sembrono. Penilaian tersebut datang dari Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
”Kok enak saja, apanya yang sudah selesai?,” kata Anthony Budiawan kepada INDOSatu.co, Rabu (26/7).
Merujuk audit BPKP, atas permintaan Kejaksaan Agung, kasus korupsi proyek BTS 4G merugikan negara Rp 8,03 triliun. Dari rencana pembangunan 4.200 BTS, yang terealisasi hanya 985 BTS, seperti diungkap Menko Polhukam, Mahfud MD.
Menurut Anthony, kasus korupsi Rp 8,03 triliun ini masih belum tersentuh sama sekali. Yang sekarang sedang diusut Kejagung hanya recehan saja, yaitu uang pengamanan perkara sebesar Rp 243 miliar, agar tidak terbongkar.
Untuk kasus recehan inipun, kata Anthony, masih terbengkalai. Banyak kasus tidak diusut. Antara lain, uang Rp 10 miliar disebut mengalir kepada Erry (Pertamina), Rp 15 miliar kepada Edward Hutahaean, Rp 27 miliar kepada Dito Ariotedjo, Rp40 miliar kepada Sadikin, dan Rp 70 miliar kepada Nistra Yohan.
Uang pengamanan perkara sebesar Rp 243 miliar tersebut diperoleh dari berbagai perusahaan yang terlibat korupsi. Yaitu, PT Sarana Global Indonesia (Rp 28 miliar), PT JIG Nusantara Persada (Rp 26 miliar), Steven Setiawan Sutrisna/PT Waradana Yusa Abadi (Rp 28 miliar), Jemmy Sutjiawan/PT Sansaine Exindo (Rp 37 miliar+Rp 57 miliar), PT Aplikanusa Lintasarta (Rp 7 miliar), Muhammad Yusrizki/PT Basis Utama Prima (Rp 60 miliar).
Dari pihak perusahaan pemberi uang pengamanan perkara, hanya Yusrizki, Dirut perusahaan Happy Hapsoro, yang menjadi tersangka dan ditahan. Sedangkan Jemmy Sutjiawan dari PT Sansaeni Exindo dan Steven Setiawan Sutrisna dari PT Waradana Yusa Abadi tidak tersentuh. ”Pasti ada yang melindungi? Siapa?,” kata Anthony heran.
Jaksa Agung, kata Anthony, tampaknya sedang tebang pilih. Siapa yang ditarget sebagai tersangka pada kasus korupsi BTS 4G ini. Jaksa Agung tampaknya menarget perusahaan Happy Hapsoro, suami Puan Maharani (PDIP) dan anak mantu Ketua Umum PDIP Megawati, yang konon katanya sedang berseteru dengan Presiden Jokowi, yang nota bene adalah kader PDIP.
”Kesan bahwa Jaksa Agung sedang berpolitik memang sangat kuat, untuk “menghabisi” NasDem (melalui Johnny Plate) dan PDIP (melalui Yusrizki dan perusahaan Happy Hapsoro). Hal ini sangat disayangkan. Jaksa Agung seharusnya bertindak profesional dalam menangani kasus korupsi ini. Tindak semua pihak yang bersalah!,” beber Anthony.
Kesan bahwa Jaksa Agung sedang berpolitik semakin terasa setelah Jaksa Agung menerima kunjungan Menteri Kominfo yang baru, Budi Arie Setiaji, yang sepertinya membawa pesan khusus dari Presiden Jokowi. Tak berapa lama, Jaksa Agung lalau mengatakan bahwa kasus korupsi BTS 4G sudah selesai, dan siap melaksanakan perintah Jokowi selesaikan proyek BTS kominfo.
”Sudah selesai? Enak saja! Kasus korupsi BTS 4G ini jauh dari selesai, bahkan belum dimulai sama sekali,” kata Anthony.
Proyek BTS 4G dikerjakan tiga Konsorsium, terbagi dalam tiga paket pekerjaan. Paket 1 dan paket 2 diberikan kepada Konsorsium PT Fiber Home; PT Telkominfra; dan PT Multi Trans Data. Paket 3 diberikan kepada Konsorsium PT Lintasarta, PT Huawei Tech Investment, dan PT Surya Energi Indotama. Sedangkan paket 4 dan paket 5 diberikan kepada Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan dan PT ZTE Indonesia.
”Ketiga Konsorsium tersebut sudah menerima pembayaran penuh senilai Rp10,8 triliun, meskipun proyek tidak selesai dibangun: dari target pembangunan 4.200 BTS, yang selesai hanya 985 BTS. Itupun banyak yang tidak berfungsi,” ungkap Anthony.
Artinya, kata Anthony, ketiga konsorsium tersebut secara nyata sudah melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,03 triliun, seperti dinyatakan dalam audit BPKP. Uang dari Konsorsium kemudian mengalir ke subkontraktor, tanpa ada prestasi pekerjaan. ”Jelas, semua itu merupakan korupsi bersama-sama, alias korupsi kolektif,” kata Anthony.
Jaksa Agung seharusnya menetapkan semua perusahaan Konsorsium dan subkontraktor sebagai pelaku kejahatan korporasi. Karena jelas-jelas mengaku proyek sudah selesai, padahal sebenarnya belum: artinya palsukan dokumen berita acara? Selain itu, merujuk pernyataan BPK, proyek BTS 4G sarat masalah. Yakni terjadi pemborosan anggaran Rp 1,5 triliun, pengadaan proyek tidak sesuai ketentuan, dan keanehan dalam pelaksanaan proyek.
Atas dasar itu semua, perusahaan peserta Konsorsium dan subkontraktor harus di-blacklist, tidak boleh terlibat lagi dalam pelaksanaan proyek BTS 4G Kominfo. Mereka semua harus diseret ke pengadilan, mempertanggungjawabkan korupsi kolektif ini. (adi/red)