Dakwaan Dipaksakan, Saksi Ahli: Tom Tidak Bersalah dalam Kasus Impor Gula

  • Bagikan
JELASKAN MASALAH: Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang importasi gula Kementerian Perdagangan pada 2016. (foto: tangkapan layar)

INDOSatu.co – JAKARTA – Kasus importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong ke meja hijau mulai menemukan banyak kejanggalan. Hal itu diungkapkan saksi ahli dalam yang dihadirkan, Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).

Menurut Anthony, jika jaksa penuntut berpendapat bahwa impor gula wajib dilakukan dalam bentuk Gula Kristal Putih (GKP). Jaksa menggunakan alasan Pasal 4 Permendag No 117/2015 yang berbunyi: “Impor Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar) hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga gula kristal (Plantation White Sugar)”.

Anthony menjelaskan bahwa, Jaksa salah memaknai Pasal 4, bahwa impor gula wajib dilakukan dalam bentuk Gula Kristal Putih (GKP). Jaksa beranggapan, impor gula selalu dilakukan dalam rangka menjaga persediaan dan stabilitas harga gula kristal putih. Ini merupakan kesalahan fatal.

Ahli mengungkapkan, makna Pasal 4 justru sebaliknya, yaitu sebagai upaya membatasi impor gula kristal putih, melalui prasyarat hanya dapat dilakukan, ketika persediaan mencapai titik kritis pada saat itu (impor), dan harga tidak stabil. Artinya, diluar kondisi prasyarat tersebut, impor gula kristal putih tidak boleh dilakukan alias dilarang.

Baca juga :   Rapat Maraton, DPR RI Berhasil Tekan Biaya Haji (Bipih) 2024 Jadi Rp 56,04 Juta

Alasan utama kenapa impor gula kristal putih dilarang, kata Anthony, kecuali dalam kondisi terpaksa, karena impor (produk jadi) gula kristal putih merugikan perekonomian negara, dengan menguntungkan produsen negara lain yang menikmati nilai tambah ekonomi dari proses olah GKM menjadi GKP, merugikan penerimaan pajak negara, serta merugikan devisa negara. Karena harga GKP lebih mahal dari GKM.

Harga rata-rata GKP tahun 2016 lebih tinggi sekitar 103 dolar AS per ton dibandingkan GKM. Dengan jumlah impor sebanyak 1,5 juta ton, maka impor GKM menghemat 150 juta dolar AS, dibandingkan impor GKP.

Pada 20 Januari 2016, Tom Lembong memberi izin impor gula kristal mentah (GKM) kepada delapan perusahaan gula rafinasi, untuk diolah menjadi GKP dan diserahkan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), BUMN,

Baca juga :   Rahmad: AHY Jangan Diskreditkan Presiden Joko Widodo

Izin impor gula diberikan sebagai tindak lanjut hasil rapat koordinasi antar menteri pada 7 Desember 2015 yang mengantisipasi Indonesia akan kehabisan stok gula pada pertengahan April 2016. Karena persediaan pada awal tahun 2016 sangat rendah, hanya 816.600 ton saja, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula masyarakat yang mencapai rata-rata 250.000 ton per bulan, dan persediaan akan habis sekitar pertengahan April 2016.

Karena impor gula pada Januari 2016 dilakukan dalam rangka antisipasi, Indonesia akan kehabisan gula pada pertengahan April 2016, maka impor gula diberikan dalam bentuk Gula Kristal Mentah (GKM).

Impor GKM untuk diolah menjadi GKP pada Januari 2016 tersebut; (1) telah menyelamatkan industri gula nasional dari potensi krisis gula di bulan April 2016, dan (2); menguntungkan perekonomian negara, meningkatkan nilai tambah ekonomi, memberi kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dan tentu saja menghemat devisa negara.

Baca juga :   Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat Tuntut DPR segera Makzulkan Presiden Jokowi

Dalam hal ini, kata Ahli, Tom Lembong telah bertindak sesuai perintah Pasal 4 Permendag Nomor 117/2016, yang dibuat atas namanya sendiri: Impor gula wajib dilakukan dalam bentuk GKM untuk diolah menjadi GKP, karena bukan dalam rangka stabilisasi harga gula yang ketika itu sedang turun terus.

Karena itu, ungkap Ahli, Tom Lembong tidak melakukan kesalahan apapun terkait impor gula GKM pada Januari 2016, dan juga selanjutnya. Artinya, Tom Lembong tidak melakukan perbuatan melawan hukum.

Selain itu, faktanya, impor GKM untuk diolah menjadi GKP di perusahaan gula rafinasi sudah terjadi sejak 2009. Semua fakta ini menunjukkan, dakwaan kepada Tom Lembong terkesan sangat dipaksakan, sehingga masyarakat menduga keras bahwa Tom Lembong memang “ditarget”. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *