INDOSatu.co – JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja marathon. Setelah memeriksa Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief, lembaga anti-rasuah itu memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, hari ini, Kamis (7/8).
Gus Men (Menteri, Red), panggilan akrab Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan penyelidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji 2023–2024 di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).
Sebenarnya, kasus dugaan korupsi pembagian kuota ini sudah ditindaklanjuti oleh DPR RI dengan membentuk Pansus Haji. Tetapi, sampai jabatan Gus Yaqut di era pemerintahan Presiden Joko Widodo habis, yang bersangkutan selalu mangkir dari panggilan pansus untuk dimintai keterangan.
Berdasarkan pantauan awak media, Yaqut tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sekitar pukul 09.30 WIB. Ia tampak mengenakan kemeja cokelat dan membawa sebuah map berwarna biru.
“Saya diminta klarifikasi dan keterangan terkait pembagian kuota haji. Nanti saya sampaikan keterangan di dalam (kepada penyidik KPK, Red),” kata Yaqut kepada wartawan, Kamis (7/8).
Yaqut membawa Surat Keputusan (SK) terkait penunjukannya sebagai Menteri Agama sebagai dokumen yang akan diserahkan kepada penyelidik KPK. “Saya hanya bawa SK sebagai menteri,” ucapnya.
Yaqut sendiri enggan berspekulasi mengenai adanya muatan politik terkait pemanggilannya dalam kasus yang menyeret namanya. “Jangan tanya itu ya. Saya nggak tau (ada tekanan politik), saya tidak bisa komentar soal itu,” ujar Yaqut.
Mantan Ketua Umum GP Ansor itu mengaku akan menjelaskan lebih rinci usai menjalani pemeriksaan. “Jadi, saya akan sampaikan keterangan di dalam. Sebab, materi ini tidak bisa disampaikan ke teman-teman,” tutur politisi asal Rembang, Jawa Tengah itu.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut bahwa surat pemanggilan terhadap Yaqut telah dikirim sejak dua pekan lalu.
Pokok pemeriksaan berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji reguler dan khusus yang tidak sesuai ketentuan, yakni 50:50, padahal seharusnya pembagian dilakukan 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk haji khusus. KPK juga menelusuri aliran dana yang terkait dengan dugaan korupsi tersebut.
“Tadi ada di undang-undang diatur 92 persen, 8 persen gitu kan. Kenapa bisa 50 persen, 50 persen dan lain-lain? Dan prosesnya juga kan, itu alur perintah. Dan kemudian juga kan ada aliran dana yang dari pembagian tersebut seperti itu,” ucap Asep.
Sebelumnya, KPK mengendus dugaan praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan pihak Kemenag dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), melalui kerja sama dengan sejumlah agen travel dalam periode 2023–2024.
Asep menjelaskan bahwa Pemerintah Arab Saudi sempat memberikan tambahan kuota sebanyak 20 ribu jemaah kepada Indonesia untuk mempercepat masa tunggu haji. Tetapi, kuota tersebut justru diperjualbelikan secara brutal oleh Kemenag.
“Jadi kalau mau naik haji, rekan-rekan daftar hari ini, nanti 25 tahun yang akan datang bisa berangkatnya. Nah ini untuk memperpendek, memangkas itu, berarti kan kuotanya harus diperbesar, yang berangkatnya harus lebih banyak. Nah di sana diberikanlah, kalau tidak salah 20 ribu ya, 20 ribu, 20 ribu,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 25 Juli 2025.
Namun, distribusi kuota tambahan itu diduga tidak dilakukan sesuai ketentuan. Seharusnya, pembagian tetap mengacu pada porsi 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Jadi begini, ada aturannya bahwa untuk kuotanya itu, 8 sama 92 (persen), kalau tidak salah, mohon dikoreksi saya, 8 persen untuk haji khusus dan 92 untuk reguler. Tetapi kemudian ternyata dibagi 2, 50-50, seperti itu,” ungkapnya.
Asep menambahkan, penyimpangan tersebut mengarah pada praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan agen travel. “Iya itu, yang pembagiannya itu, seharusnya tidak dibagi 50-50, ini dibagi 50-50, jadi ada keuntungan yang diambil dari dia ke yang khusus ini,” imbuhnya.
Meski belum merinci siapa saja pihak yang diuntungkan, Asep menegaskan bahwa praktik tersebut melibatkan agen travel dan pejabat negara yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji. (*)



