Ditarik ‘Monosuko’ Rp 1 Juta-Rp 2 Juta per Panen, Petani Hutan Wadul Perhutani dan CDK

  • Bagikan
NGUDARASA: Antok, petugas dari Perhutani merasa kaget dengan tarikan 'monosuko' yang dilakukan petugas LMDH di Bojegoro saat acara sosialisasi Perhutanan Sosial di Balai Desa Soko, Kamis (9/3). Ratusan petani hutan

INDOSatu.co – BOJONEGORO – Sejumlah petani hutan yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH) Mbah Dampu Awang Sumber Makmur, Desa Soko, Kecamatan Temayang, terpaksa wadul kepada Perhutani dan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Bojonegoro, karena selama ini ditarik dana ‘monosuko’ yang sangat memberatkan. Besarnya rata-rata Rp 1 juta-Rp 1’5 juta per-petani saat panen.

Bahkan, tarikan dana ‘monosuko’ nilainya mencapai Rp 2 juta per panen perorang kepada petani hutan yang menanam bawang merah.

“Selama ini kami ditarik oleh LMDH dan orang-orang suruhan LMDH sebesar itu pak. Tentu tarikan ini sangat memberatkan para anggota kami,” kata Iswanda, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Mbah Dampu Awang Sumber Makmur, Desa Soko Kecamatan Temayang.

Soal tarikan dana Monosuko ini disampaikan langsung kepada pihak Perhutani dan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Bojonegoro, yang turut menjadi narasumber, saat sosialisasi Perhutanan Sosial di Balai Desa setempat, hari ini Kamis (9/3).

Baca juga :   Bupati Setyo Wahono dan Wabup Nurul Azizah Resmi Dilantik Presiden Prabowo

Menurut Iswanda, yang bertugas menarik dana monosuko itu adalah LMDH dan oknum warga yang dipercaya oleh LMDH. Menurutnya, jika ada petani yang kurang bayar dari nilai yang ditentukan, biasanya Ketua LMDH sendiri yang menagih.

Untuk menakut nakuti petani, pihak LMDH ini selalu bilang tarikan tersebut atas perintah mantri atau mandor hutan setempat. “Kalo tidak bayar sesuai kemauan pak Mantri, kita diancam lahannya mau ditutup, ya terpaksa dibayar,” ujar Iswanda.

Mendapat keluhan bernada keberatan itu, Perhutani Bojonegoro nampak terkejut dengan besaran tarikan itu. “Ah, masak tarikan sampe sebesar itu,” kata Antok, petugas Perhutani di hadapan sekitar 100 petani hutan.

Sementara Teguh, Kasie Pembinaan Kehutanan Perhutani KPH Bojonegoro menjelaskan, bahwa tarikan dana kepada petani hutan itu bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang harus dibayar para penggarap lahan hutan. “Namun besarnya tidak sebesar itu,” ujar Teguh.

Baca juga :   Bupati Lamongan Terus Dorong Pembangunan Infrastruktur Fisik dan Non Fisik

Lalu disambung penjelasan dari Kuntari SST. M.Agr, Kasi Rehabilitasi Lahan dan Pemberdayaan Masyarakat (RLPM) Cabang Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur Wilayah Bojonegoro, yang menjelaskan bahwa PNBP untuk jagung sebesar Rp 60 per kilogram. Sehingga, kalau petani panen jagung, per-ton hanya wajib bayar Rp 60.000.

“Dana itu masuk ke negara melalui Perhutani. Sebab, Perhutani wajib bayar PNBP dan PBB per tahun ke negara,” jelasnya.

Mendengar pengakuan para petani yang selama ini ditarik dana ‘monosuko’ sebesar Rp 1 juta-Rp juta per panen, baik Perhutani maupun CDK akan melakukan evaluasi ke jajarannya. Bagi para petani, yang mendapat penjelasan soal tarikan dana monosuko ini akan menerapkan sesuai aturan yang ada. Mereka bersepakat tidak akan mau lagi ditarik dana monosuko yang mencekik lehernya.

Baca juga :   Debat Perdana Cabup-Cawabup Tuban, Gara-gara Kata Kolaborasi, Dua Paslon Saling Serang

Sementara, Alham M. Ubey, Sekretaris Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan Kinerja Peduli Aset Negara (LSM PK PAN), selaku pendamping Perhutanan Sosial, meminta pihak Perhutani menjelaskan secara transparan besaran dana yang harus dibayarkan petani, sesuai ketentuan.

Kepada petani, Alham juga menyarankan agar berani menolak membayar jika dirasa memberatkan. “Bayarlah sesuai ketentuan yang transparan. Dan, setiap membayar harus minta kwitansi resmi dari Perhutani. Jika tidak diberi, tahan dulu, jangan dibayar dulu,” kata Alham.

Menurut mantan reporter RCTI ini, keluhan demi keluhan petani hutan selama ini cukup banyak, karena tarikan dana monosuko itu besarnya suka-suka penariknya. “Besarnya tidak jelas. Tidak disesuaikan dengan luasan lahan yang digarap petani. Lain kecamatan beda pula besarnya, apalagi petani bawang merah, lebih besar lagi dana monosuko-nya, mencapai Rp 2 juta, gila nggak,” ujar Alham. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *