Dugaan Korupsi Kuota Haji, KPK Sita Dua Rumah Mewah dan Uang Rp 26 Miliar

  • Bagikan
PROGRES KASUS: Jurui Bicara KPK Budi Prasetyo menjawab pertanyaan wartawan terkait perkembangan kasus dugaan korupsi kuota haji Kemenag 2023-2024.

INDOSatu.co – JAKARTA – Penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 Kemenag memasuki babak baru. Dalam kasus tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita dua unit rumah mewah di Jakarta Selatan dengan total nilai mencapai Rp 6,5 miliar.

Diduga, dua rumah itu berasal dari hasil korupsi kuota haji. Aset tersebut milik seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama.

Penyitaan tersebut merupakan bagian dari investigasi lanjutan KPK dalam mengungkap praktik korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024. Kedua rumah tersebut dibeli secara tunai pada 2024 dan diduga kuat dibiayai dari fee atau imbalan haram hasil jual-beli kuota haji Indonesia.

Baca juga :   Soal Kepengurusan PMI Pusat, Menkum Tegaskan PMI Kubu JK yang Sah

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, penyitaan tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan sekaligus sebagai langkah awal pemulihan aset negara (asset recovery).

“Penyitaan terhadap dua rumah yang berlokasi di Jakarta Selatan dengan total nilai kurang lebih sebesar Rp 6,5 miliar itu terkait perkara tindak pidana korupsi kuota haji,” jelas Budi di Jakarta, Senin (8/9).

Selain dua rumah mewah tersebut, KPK telah menyita sejumlah aset lain yang diduga terkait kasus ini, termasuk: Uang tunai senilai USD1,6 juta (sekitar Rp 26 miliar), 4 unit mobil, 5 bidang tanah dan bangunan. Saat ini, penyidik KPK masih terus melacak aliran dana dan mengidentifikasi aset-aset lain yang diduga berasal dari hasil korupsi.

Baca juga :   Kantongi Alat Bukti, KPK segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kasus korupsi kuota haji tambahan ini berawal dari dugaan penyelewengan alokasi 20.000 kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia pada tahun 2024. Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, alokasi haji khusus disebut adalah 8% dari kuota haji.

Namun, Kementerian Agama berpegang pada Pasal 9 UU No 8 tahun 2019 yang memberikan ruang diskresi untuk membagi kuota tambahan. Pada 2024, kuota tambahan tersebut dibagi menjadi 50 persen untuk reguler (10.000 jemaah) dan 50 persen untuk khusus (10.000 jemaah).

Baca juga :   Terima Pengembalian Duit Kuota Haji, Ketua KPK: Mendekati Seratusan Miliar

Dasar dari diskresi tersebut adalah menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Penambahan besar kuota haji reguler berpotensi memicu overcrowding di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) dan justru dapat membahayakan keselamatan jamaah haji itu sendiri.

Berdasarkan hasil penghitungan sementara bersama BPK, KPK menyebut terjadi kerugian negara mencapai Rp 1 triliun akibat kebocoran potensi pendapatan negara dari kuota reguler yang berkurang. Namun, hingga saat ini BPK belum merilis secara resmi seberapa besar kerugian yang ditimbulkan atas kebijakan itu. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *