INDOSatu.co – JAKARTA – Makin hari pembahasan Sirekap tidak pernah surut. Pada Ahad (7/4) besok misalnya, bertempat di Rumah Makan Batik Kuring SCBD pukul 13.30 WIB, Sirekap akan kembali ‘dikuliti’. Acara itu tergelar atas kerja bareng Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (ADPI), yang terdiri atas IA-ITB/Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, TPDI/Tim Pengawal Demokrasi Indonesia, Perekat Nusantara dan KIPP/Komite Independen Pemantau Pemilu.
Acara tersebut menarik karena menghadirkan banyak narasumber yang kompeten di bidangnya. Mereka adalah, yakni Dr. Ir Leony Lidya, Ir Hairul Anas Suaidi, Dr Yudi Prayudi, M.Kom, Hasto Kristiyanto, Erick Samuel Paat, Petrus Selestinus, Kaka Suminta dan Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, pakar Telematika. Diskusi tersebut dititeli “Membuka Kotak Pandora, Sirekap, Saksi Bisu Kejahatan Pilpres 2024″.
Pakar Telematika, KRMT Roy Suryo mengatakan, mengapa Sirekap layak disebut Kotak Pandora? Sesuai definisi dalam Wikipedia, kata Roy Suryo, Kotak Pandora adalah guci indah yang diberikan oleh para dewa kepada wanita manusia pertama, Pandora pada pesta pernikahannya dengan Epimetheus. Akan tetapi ada syarat, bahwa Pandora dilarang untuk membuka kotak tersebut. Karena penasaran, Pandora akhirnya nekat juga membuka isi guci itu. Apa yang terjadi?
Ternyata, kata Roy Suryo, kotak itu berisi segala macam teror dan hal buruk bagi manusia. Antara lain masa tua, rasa sakit, kegilaan, wabah penyakit, keserakahan, pencurian, dusta, kedengkian, kelaparan, dan berbagai malapetaka lainnya. Dengan terbukanya guci itu, segala kejahatan pun berhasil bebas dan menjangkiti umat manusia. Semua keburukan itu merupakan hukuman dari Zeus atas tindakan pencurian api Olimpus oleh Prometheus.
”Jadi, kisah Kotak Pandora yang sangat mengerikan tersebut identik, kalaupun tidak mau dikatakan “bisa sangat mirip” dengan Sirekap,” kata KRMT Roy Suryo kepada INDOSatu.co, Sabtu (6/4).
Sirekap, kata mantan Menpora era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini, secara de facto telah menebar teror dan hal buruk bagi masyarakat Indonesia, karena Sirekap telah menjadi saksi bisu kejahatan pilpres 2024, bahkan membuat citra kampus ternama, ITB menjadi tercoreng dan dituding menjadi salah satu “pintu masuk” tindakan jahat dibaliknya karena melakukan pembiaran terhadap pihak-pihak (baca: oknum) untuk melakukan tindakannya.
Di tengah karut-marut Sirekap yang beredar itulah, menjadi dimungkinkan (di) salah (kan)-nya Sistem OCR dan OMR yang seharusnya sudah stabil dan dipercaya pada dewasa ini. Terbukti sudah puluhan tahun juga, berbagai kampus perguruan tinggi, perusahaan, maupun institusi teknologi memanfaatkan kecanggihan pemindaian software tersebut untuk membaca foto hasil pemotretan C-Hasil menjadi data, yang kemudian dimasukkan dalam database resmi Sirekap.
Namun, fakta sudah mencatat, sesuai dengan pengakuan Ketua KPU Hasyim Asy’ari sendiri di akhir Februari lalu, bahwa 154.541 data TPS (alias lebih dari 18 persen) salah dari keseluruhan 820.226 TPS di seluruh Indonesia, Ambyar.
Inilah peluang (jahat) yang terjadi, selain apa yang ditemukan oleh berbagai Pakar TI lainnya, seperti adanya algoritma yang bisa “mengunci” perolehan suara secara statis 24-58-17 mulai dari hari pertama hingga terakhir. Bahkan, sampai saat Sirekap tersebut dihentikan penayangannya oleh KPU tanpa alasan yang jelas, padahal menurut PKPU Nomor 05 Tahun 2024, justru Sirekap inilah yang secara hukum sah dan diakui legalitasnya dalam PKPU dibandingkan dengan istilah “Manual berjenjang” yang tidak pernah ada definisi maupun penulisan istilah resminya.
Karena itu, kata Roy Suryo, Keputusan KIP (Komisi Informasi Pusat) yang memerintahkan KPU untuk membuka data dan menganulir Keputusan KPU Nomor 349 Tahun 2024 yang sebelumnya berusaha digunakan sebagai “upaya (akal bulus) melindungi diri” dari penyembunyian sumber data CSV Pemilu 2024 adalah hal yang layak diapresiasi dan harus segera dilaksanakan.
Seharusnya KPU sudah tidak bisa mengelak lagi dari kewajiban untuk dilakukan Audit Forensik dan Audit Investigatif Independen yang benar dan bukan abal-abal untuk kepentingan Keterbukaan Informasi Masyarakat sebagaimana Amanah UU Nomor 14 Tahun 2008.
Tentu hal-hal diatas ini hanyalah sebagian kecil dari acara yang akan membongkar Kotak Pandora bernama Sirekap. Apakah hasilnya akan rungkat, atau bahkan ambyar, sebagaimana statemen yang diungkap Roy Suryo, publik juga yang akan menilai.
Apalagi, acara digelar secara terbuka dan dapat diikuti langsung di tempat acara, Siaran live -nya dapat juga diikuti melalui kanal YouTube @DirtyElection yang telah diinformasikan melalui Publikasi yang menyertai acara tersebut. (adi/red)