INDOSatu.co – KAMBOJA – Konflik bersenjata di perbatasan antara Thailand dan Kamboja berlanjut untuk hari ketiga pada Sabtu (26/7). Dalam kontak senjata itu, jumlah korban tewas terus meningkat menjadi 33 orang.
Tak hanya korban jiwa. konflik tersebut juga membuat lebih dari 138.000 orang telah dievakuasi dari wilayah perbatasan Thailand dan 35.000 orang telah meninggalkan rumah mereka di Kamboja. Dewan Keamanan PBB pun kabarnya menggelar pertemuan darurat mengenai krisis ini pada Jumat kemarin.
Perselisihan perbatasan yang berlangsung lama meletus menjadi konflik hebat yang melibatkan jet, artileri, tank dan pasukan darat pada Kamis lalu, yang mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan darurat mengenai krisis tersebut.
Kementerian Pertahanan Kamboja mengatakan, 13 orang kini dipastikan tewas dalam pertempuran itu, termasuk delapan warga sipil dan lima tentara, dengan 71 orang terluka.
Di Thailand, militer mengatakan lima prajurit tewas pada hari Jumat, sehingga jumlah korban tewas menjadi 20 — 14 warga sipil dan enam militer. Jumlah korban tewas di kedua negara sekarang lebih tinggi dari 28 orang yang tewas dalam pertempuran besar terakhir antara tahun 2008 dan 2011.
Kedua belah pihak melaporkan bentrokan sekitar pukul 05.00 pagi dengan Kamboja menuduh pasukan Thailand menembakkan “lima peluru artileri berat” ke lokasi di provinsi Pursat, yang berbatasan dengan provinsi Trat di Thailand.
Pertempuran tersebut telah memaksa lebih dari 138.000 orang dievakuasi dari wilayah perbatasan Thailand, dengan lebih dari 35.000 orang mengungsi dari rumah mereka di Kamboja.
Setelah pertemuan tertutup Dewan Keamanan di New York, Duta Besar Kamboja untuk PBB Chhea Keo mengatakan negaranya menginginkan gencatan senjata. “Kamboja meminta gencatan senjata segera—tanpa syarat—dan kami juga menyerukan solusi damai atas perselisihan ini,” ujar Chhea Keo kepada wartawan.
Sementara itu, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand Nikorndej Balankura mengatakan, pada Jumat lalu, sebelum pertemuan PBB diadakan, bahwa Bangkok juga terbuka untuk pembicaraan, mungkin dengan perantara Malaysia.
“Kami siap, Kamboja ingin menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomatik, bilateral, atau bahkan melalui Malaysia. Kami siap melakukannya. Namun, sejauh ini kami belum menerima tanggapan apa pun,” ujar Nikorndej seperti dilansir AFP,
Malaysia saat ini memegang jabatan ketua blok regional Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, yang mana Thailand dan Kamboja menjadi anggotanya. PM Malaysia Datuk Anwar Ibrahim memiliki peran sentral untuk menyelesaikan pertikaian dua negara tetangga itu.
Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai telah memperingatkan bahwa jika situasi meningkat, “hal ini dapat berkembang menjadi perang.”
Kedua belah pihak saling menyalahkan karena melepaskan tembakan terlebih dahulu, sementara Thailand menuduh Kamboja menargetkan infrastruktur sipil, termasuk sebuah rumah sakit yang terkena serangan peluru dan sebuah pompa bensin yang terkena setidaknya satu roket. Kamboja menuduh pasukan Thailand menggunakan bom tandan.
Di PBB, utusan Kamboja mempertanyakan pernyataan Thailand bahwa negaranya, yang lebih kecil dan kurang berkembang secara militer dibandingkan tetangganya, telah memulai konflik.
“(Dewan Keamanan) meminta kedua belah pihak untuk menahan diri semaksimal mungkin dan menempuh solusi diplomatik. Itulah yang kami serukan juga,” kata Chhea Keo.
Pertarungan ini menandai peningkatan dramatis dalam pertikaian berkepanjangan antara kedua negara tetangga—keduanya merupakan tujuan populer bagi jutaan wisatawan asing—atas perbatasan bersama sepanjang 800 kilometer (500 mil).
Puluhan kilometer di beberapa daerah diperebutkan dan pertempuran pecah antara tahun 2008 dan 2011, mengakibatkan sedikitnya 28 orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi.
Putusan pengadilan PBB pada tahun 2013 menyelesaikan masalah tersebut selama lebih dari satu dekade, tetapi krisis saat ini meletus pada bulan Mei ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan baru. (*)



