INDOSatu.co – JAKARTA – Forum Religion Twenty (R20) di Grand Hyatt Hotel, Nusa Dua, Bali yang diinisiasi PBNU usai digelar. Acara tersebut tergolong sukses karena dihadiri tokoh agama dan sekte dari berbagai negara. Bahkan, yang hadir juga mencapai 338 partisipan. Bahkan, puluhan pembicara dari berbagai organisasi keagamaaan mancanegara juga menghiasi perhelatan acara tersebut.
Namun, dibalik suksesnya acara R20 tersebut, Persyarikatan Muhammadiyah ternyata juga mengirim utusan, yakni Imam Addaruqutni. Dalam ajang tersebut, mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah itu menegaskan, bahwa Muhammadiyah mempromosikan nilai-nilai Islam yang berkemajuan, toleran, inklusif dan rahmatan lil alamin melalui Amal Usaha, salah satunya bidang pendidikan.
“Kami telah menjalankan dedikasi dalam visi dan misi kami hingga sekarang ada lebih dari 200 universitas (Muhammadiyah) di seluruh Indonesia, mengakomodasi 1.000-an siswa nonmuslim untuk mengejar pendidikan mereka,” kata Imam dikutip dari muhammadiyah.or.id, Jumat (4/11).
Imam lalu mengisahkan sebaran universitas Muhammadiyah yang juga menjangkau kawasan Indonesia tengah dan timur, termasuk wilayah-wilayah yang secara demografis bukan didominasi oleh umat muslim. Karena sifat inklusif itu, kata Imam, ketika kerusuhan 1998 terjadi, kampus-kampus Muhammadiyah di Papua justru dijaga dan dilindungi oleh saudara-saudari umat Kristen.
“Termasuk, di Nusa Tenggara, kampus-kampus Muhammadiyah dijuluki sebagai ‘Universitas Kristen Muhammadiyah’,” ujarnya disambung gelak tawa partisipan.
Karena itu, Imam menyayangkan jika ada anggapan yang menuduh bahwa Muhammadiyah beraliran fundamentalis atau radikal. Menurut dia, Muhammadiyah tak pernah sekalipun terbersit untuk mengubah sistem negara. Bahkan, Muhammadiyah menegaskan komitmen nasionalisme lewat dokumen resmi Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah.
“Muhammadiyah menyatakan itu salah paham. Selama 100 tahunan Muhammadiyah berdedikasi dalam visi dan misinya tidak pernah berpikir menerima agenda yang mengganti sistem negara kita. Pancasilan sudah final,” tutur Imam.
Dalam R20 tersebut, Imam tampil sebagai pembicara bersama sejumlah tokoh agama dari negara lain, seperti Rabbi Silvina Chemen, Elder Gary E. Stevenson, Bishop Matthew Hassan Kukah, Ulil Abshar Abdallah dan Prof. Ahmet Kuru. R20 digelar Nahdlatul Ulama (NU) bersama Liga Muslim Dunia atau Muslim World League (MWL) di Nusa Dua, Bali, pada 2-3 November 2022 sebagai bagian dari ajang G20.
Forum ini digelar untuk membahas bagaimana konflik berbasis agama harus berakhir dan bagaimana agama bisa menjadi solusi bagi krisis global. NU mengklaim ada 338 partisipan yang terkonfirmasi hadir pada perhelatan R20, yang berasal dari 32 negara. Sebanyak 124 berasal dari luar negeri. Forum tersebut juga akan menghadirkan 45 pembicara dari lima benua. (adi/red)