INDOSatu.co – JAKARTA – Sejumlah kasus bunuh diri marak terjadi belakangan ini. Teranyar, kematian satu keluarga di Dusun Boro Bugis RT 03 RW 10, Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, menggemparkan warga Jawa Timur. Peristiwa itu terjadi diduga akibat motif ekonomi, satu keluarga bunuh diri.
Pakar Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Zahrotun Nihayah memberikan respons terkait dengan maraknya kasus bunuh diri yang belakangan ini terjadi itu.
Menurut Prof Zahrotun, penyebab utama dari maraknya kasus bunuh diri belakangan ini disebabkan stres dan depresi yang dialami para korban.
“Jika pada remaja kemungkinan adalah konsep diri yang salah, yang membuat individu tidak berharga, tidak diinginkan dan merasa tidak ada yang mengasihinya,” ujar Zahrotun kepada wartawan Jumat (15/12).
Menurut Zahrotun, maraknya kasus bunuh diri belakangan di Indonesia harus menjadi perhatian serius dari semua pihak, terutama pemerintah. Dia mengungkapkan, sampai Oktober 2023, tercatat ada 971 kasus bunuh diri. Kasus tersebut paling banyak terjadi di Jawa Tengah.
“Menurut WHO, bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat di antara orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia,” kata Zahrotun.
Selain karena setres dan depresi, Wakil Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI ini juga menambahkan, penyebab korban bunuh diri adalah kesepian, perasaan menjadi beban, tidak terpenuhinya sebuah keinginan dan merasa putus asa.
Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah 2019-2023 ini menuturkan, salah satu upaya untuk mencegah bunuh diri adalah dengan stop stigma, dan kenali tanda peringatan bunuh diri.
“Adakan pendekatan dan memahami situasi dan kondisi sebagai tanda, konsultasi dan minta bantuan ahli (profesional), interaksi dengan lingkungan yang positif,” sambungnya.
Hal itu, menurut Prof Zahrotun, harus diiringi strategi pendekatan dengan memperkuat dukungan ekonomi, menciptakan lingkungan yang protektif dan mengurangi akses pada tempat bagi orang yang berisiko bunuh diri.
“Menciptakan budaya kerja dan organisasi yang sehat, meningkatkan akses perawatan bagi korban percobaan bunuh diri, mempromosikan koneksi yang sehat dan mengajarkan ketrampilan pemecahan masalah yang baik,” pungkas Prof. Zahrotun. (*)



