Ketua Komisi Yudisial: Sharing Ekonomi Jadi Alternatif Sistem Kapitalisme di Indonesia

  • Bagikan
TAHAN BANTING: Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, SH, M.Hum (berdiri) saat menjadi penceramah salat Hari Raya Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (28/6).

INDOSatu.co – YOGYAKARTA – Dalam memenuhi hakikat sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan dari manusia lain. Demi mewujudkan eksistensi manusia, konsep berbagi sudah menjadi ketetapan yang bersifat universal termasuk di dalam sistem ekonomi.

Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, SH, M.Hum saat menjadi ceramah Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (28/6). Menurut dia, sistem ekonomi yang mengedepankan sharing economy terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis dibandingkan kapitalisme.

“Dalam berbagai kajian akademis, sistem kapitalisme yang individual dan mementingkan serta memperkaya diri sendiri terbukti seringkali menimbulkan krisis ekonomi,” jelas Mukti Fajar.

Sebab, kata Prof. Mukti Fajar, karena sudah sejak awal manusia tidak mampu hidup dengan menjadi kaya sendiri, dan sharing economy yang memiliki dasar untuk membagikan sumber daya sesuai dengan prinsip Islam dimana orang yang berbagi kepada mereka yang kesulitan, akan diganti oleh Allah SWT, baik di dunia dan akhirat.

Baca juga :   Tingkatkan Perekonomian Lamongan, 200 UMKM Terima Permodalan Melalui KUR

Pria yang juga Ketua Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia ini yakin, jika berbagi sudah menjadi prinsip bagi kemanusiaan. Resesi ekonomi yang sudah menjadi krisis di berbagai negara menurut Mukti Fajar dapat menjadi momentum untuk menerapkan sharing economy yang memiliki basis saling berbagi. Mukti menekankan bahwa, Indonesia harus dapat menunjukkan identitasnya sebagai bangsa dengan mayoritas penduduk Muslim yang kuat.

Baca juga :   Atasi Persoalan Ekonomi Bangsa, PKS: UU Syariah Jadi Solusi

“Indonesia menjadi salah satu negara dengan stabilitas ekonomi yang cukup kuat. Karena semenjak pandemi Covid-19, perekonomian dunia memang tidak dalam kondisi yang stabil,” pungkas Guru Besar UM Yogyakarta bidang Hukum Bisnis ini.

Resesi yang terjadi di banyak negara, kata Prof. Mukti, menyebabkan sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan menghasilkan banyak pengangguran, yang diperparah dengan konflik Rusia dan Ukraina. Dengan aspek kegiatan ekonomi masyarakat Indonesia yang terus berputar dan perlahan bangkit, sudah seharusnya masyarakat banyak bersyukur dan berhenti untuk mengeluh.

Salat Idul Adha yang dilaksanakan di Lapangan Bintang UM Yogyakarta memang rutin setiap tahunnya digelar oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tamantirto Utara. Pada kesempatan tersebut, hadir pula Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Dr. Askuri Ibnu Chamin, M.Si. selaku Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, yang sekaligus bertindak sebagai imam salat.

Baca juga :   Bangkitkan Mental Entrepreneur, Mendag Zulhas Resmikan Mizan Mart Lamongan

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan, jika fenomena perbedaan hari raya Idul Adha di Indonesia menjadi hal yang positif dengan mengedepankan rasa saling menghargai dan toleransi.

“Saya rasa pemerintah pun sudah memberikan kebebasan kepada masyarakat Muslim di Indonesia untuk menjalankan salat Idul Adha, meski di hari yang berbeda. Karena itu, sudah tidak perlu lagi ada tokoh agama yang mempertentangkan perbedaan ini yang dapat menghilangkan nilai ibadah,” tegas Haedar. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *