INDOSatu.co – JAKARTA – Kontroversi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 akhirnya disikapi tegas PP Muslimat Al Washliyah. Ormas Islam wanita itu menilai, Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi tersebut memiliki unsur kelemahan yang mendasar.
“PP Muslimat Al Washliyah dapat memahami Kemendikbudristek dalam upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, tetap harus pula mengedepankan aspek kehati-hatian,” tulis pernyataan sikap PP Muslimat Al Washliyah, yang dibacakan dalam kegiatan Webinar Milad ke-86, Ahad (14/11).
Menurut pernyataan Muslimat Al Washliyah, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 itu justru seperti memberi ruang dan mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan di kampus Perguruan Tinggi.
Dengan dalih asal perbuatan asusila hubungan seksual di luar nikah dilakukan atas dasar suka sama suka, atau pelaku mendapat persetujuan dari korban, disebut sebagai statemen yang menjerumuskan, sesat dan menyesatkan.
Sebagai salah satu elemen pembawa aspirasi ummat Islam mendasarkan pada Al-Quran dan Hadits, PP Muslimat Al Washsliyah menyampaikan sejumlah sikap. Di antaranya :
1. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi belum selaras dengan arah dan tujuan Pendidikan Nasional, yaitu meningkatkan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UUD 1945 Pasal 31 (3) dan tujuan Pendidikan Tinggi, Pasal 5 menyebutkan Pendidikan Tinggi bertujuan : a. Berkembangnya potensi mahasiswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, terampil, Kompeten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa, yang termaktub dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi);
2. Ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa “tanpa persetujuan korban” dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, bertentangan dengan nilai syanat Islam, Pancasila, UUD NKRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia;
3. Ketentuan-ketentuan yang dikecualikan dari frasa ‘tanpa persetujuan korban’ dalam Peraturan Menten Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi terkait dengan korban anak, disabilitas, situasi yang mengancam korban, di bawah pengaruh obat-obatan, justru harus diterapkan pemberatan hukuman.
4. Meminta kepada Pemerintah agar mencabut dan/atau mengevaluasi/merevisi secara menyeluruh Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan sebagaimana ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019, dan materi muatannya wajib sejalan dengan syariat Islam. Pancasta, UUD NKRI 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia lainnya. (adi/red)