INDOSatu.co – JAKARTA – Larangan Presiden Joko Widodo bagi jajaran menteri, kepala daerah, hingga pegawai pemerintah untuk menggelar buka puasa bersama yang tertuang dalam edaran surat Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 menjadi bulan-bulanan dari kalangan tokoh-tokoh Islam karena dinilai tidak arif dan tak adil.
“Larangan Presiden Joko Widodo bagi Pejabat Instansi Pemerintah untuk mengadakan Buka Puasa Bersama seperti dalam Edaran Mensekab Pramono Anung tidak arif dan tidak adil,” kata Cendekiawan Muslim, Din Syamsuddin, yang juga alumni Ponpes Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur ini.
Din menjelaskan bahwa, larangan buka puasa bersama bagi jajaran menteri hingga pegawai pemerintah tidak arif karena tak memahami makna dan hikmah dari buka puasa. Kata Din, makna dan hikmah buka puasa bersama ialah dapat meningkatkan silaturrahmi dan serta peningkatan kerja aparatur sipil negara (ASN).
“Tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah Buka Puasa Bersama antara lain utk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara,” jelas mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, dalam keterangannya, Jumat (24/3).
Alasan tidak adil, kata Din, meniadakan buka puasa bersama karena masih adanya Covid-19, dinilai mengada-ada. Din lalu menyindir pernikahan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono, yang digelar mewah dan mengundang kerumunan masyarakat pada 10 dan 11 Desember 2022 lalu serta menyindir kedatangan Jokowi di berbagai kesempatan, yang juga mengundang kerumunan massa.
“Jadi, alasan itu nyata mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19. Bukankah Presiden sendiri melanggar ucapannya dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan? Begitu juga bukankah Presiden terakhir ini sering berada di tengah kerumunan?” kata cendekiawan muslim asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
“Janganlah ucap dan laku berbeda karena menurut Al-Qur’an ‘suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya,” sambung Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta ini.
Selain itu, mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu menilai kebijakan yang tidak bijak dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadan yang antara lain mengadakan Buka Puasa Bersama (Iftar Jama’i).
Din Syamsuddin pun menekankan bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan Buka Puasa Bersama dapat dicatat rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik yang sudah berjalan baik sejak dulu.
“Kepada umat Islam, bagi yang mampu, teruskan adakan Buka Puasa Bersama, jangan taati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah SWT. Camkan Hadits Nabi ‘seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu’,” pungkas Din Syamsuddin. (adi/red)