SEBELUM kasus korupsi BTS yang merugikan negara Rp 8 triliun terbongkar dan berdampak hukum kepada Menkominfo Johny G Plate serta konon menyeret beberapa tuan-tuan dan puan-puan lain, maka kasus besar TPPU Rp 349 triliun di Dirjen Pajak Kemenkeu telah menghebohkan lebih dulu.
Kedua kasus “diledakkan” Mekopolhukam Mahfud MD dan “dijinakkan” sendiri oleh Mahfud MD. Khusus kasus pencucian uang Rp 349 triliun pola penjinakkannya melalui Satgas “cawe-cawe” TPPU yang melibatkan banyak instansi, termasuk Kemenkeu sendiri. Proses pemeriksaan tertutup dari pandangan publik. Rakyat dibutakan dan ditulikan hanya disuruh menunggu hasil kerja “cawe-cawe” Satgas TPPU bentukan Mahfud MD tersebut.
Duit Rp 349 triliun itu besar sekali tuan-tuan dan puan-puan. Ini rekor terbesar dari “pencurian” uang negara dalam sejarah bangsa merdeka ini. Sulit membayangkan betapa besarnya uang tersebut. Iseng-iseng melihat harga sebuah Kapal Induk termegah dan terbesar serta termoderen milik AS yaitu USS Gerard Ford ternyata “hanya” Rp 169,1 triliun.
Wuih, jika uang Rp 349 triliun yang diduga dicuri itu kembali, Indonesia dapat menjadi negara yang luar biasa hebat dapat membuat atau membeli 2 Kapal Induk sekelas USS Gerard Ford. Ini jika bandingan dengan harga Kapal Induk terbesar di dunia. Nah, jika dibandingkan dengan harga kerupuk atau serabi, maka akan jauh lebih dahsyat lagi.
Kini Rp 349 trilyun bagai tenggelam dalam ruang “kongkow-kongkow”. Semestinya itu pekerjaan Pansus DPR RI atau langsung disidik Kejaksaan Agung. Pencucian uang gila-gilaan nampaknya dicoba ditutup-tutupi, apakah benar hanya ‘ditilep’ oleh oknum pegawai Kemenkeu saja, ataukah juga mengalir ke partai politik tuan-tuan dan puan-puan? Bersihkan istana dalam kasus besar seperti ini.
Lalu bagaimana nasib RUU Perampasan Aset yang katanya sudah ada Surat Presiden (Surpres) ke DPR itu, kok senyap-senyap saja? RUU gandengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu harus segera diproses. Jangan dibuat “surprise” menjadi menguap. DPR yang tidak kunjung melakukan pembahasan.
Kita boleh sibuk dengan isu Capres dan cawe-cawe Capres yang dinyatakan secara terang-terangan oleh Presiden Jokowi, tetapi kita tidak boleh lupa dengan berbagai skandal keuangan negara yang dinilai spektakuler tersebut. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah borok bangsa yang harus segera disembuhkan. Rezim Jokowi telah berprestasi besar dalam menciptakan borok ini.
Satgas TPPU seharusnya menyampaikan “progress report” kepada publik atas pelaksanaan tugasnya, jangan diam-diam saja. Atau sang jagoan “blow up” Mahfud MD mengomentari langkah, menyentil atau mengkritisi atau apapun yang memberi informasi kepada publik tentang perkembangan kasus.
Jika kasus ini tenggelam, maka sebaiknya tinjau ulang keberadaan Satgas TPPU. Bubarkan dan kembalikan pada mekanisme kedewanan atau langsung proses hukum. Kembangkan dan tindak lanjut temuan penyelewengan Rafael Alun Trisambodo, anak buah Sri Mulyani.
Publik sudah terlanjur mengetahui adanya dugaan penyimpangan keuangan pada kasus Rp 349 triliun tersebut. Sulit menghapus begitu saja. Publik menuntut adanya “financial crime investigation”. Dugaan itu berbasis laporan PPATK.
Sekarang publik sedang bertanya “Mana Rp 349 triliun, tuan-tuan dan puan-puan?” Itu uang besar. Sangat dibutuhkan untuk menolong beban berat kehidupan rakyat kecil yang lagi sulit dalam hidupnya.
Pak Mahfud, Mbak Puan, Bu Sri Mulyani dan Mas Jokowi, ayo jawab serius pertanyaan itu dengan langkah nyata untuk menyelamatkan, bukan berputar-putar mengatur cara untuk dilupakan dan ditenggelamkan. Jika demikian, betapa jahatnya kalian itu. Patut untuk mendapat predikat sebagai rezim kriminal. Rezim para perampok. (*)
M. Rizal Fadillah;
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan, tinggal di Bandung.



