Nilai Tukar Rupiah Masih Melemah, Anthony: Ekonomi Indonesia Terus Tertekan

  • Bagikan

INDOSatu.co – JAKARTA – Masih melemahnya nilai tukar rupiah terhadap kurs Dolar AS membuat ekonomi Indonesia masih dalam tekanan. Bahkan, tekanan ekonomi tersebut makin kuat. Pernyataan tersebut disampaikan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Saat ini kurs rupiah masih di kisaran Rp 16.200 per dolar AS.

Menurut Anthony, tekanan terhadap ekonomi Indonesia dan kurs terhadap rupiah masih sangat kuat.  Intervensi kurs rupiah oleh Bank Indonesia (BI), kata Anthony, nampaknya tidak efektif mengangkat nilai rupiah yang masih bercokol di atas Rp 16.200 per dolar AS.

”Seperti sudah diduga, Bank Indonesia “terpaksa” menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen, menjadi 6,25 persen,” kata Anthony kepada INDOSatu.co, Sabtu (27/4).

Baca juga :   Soal Xinyi dari China, Anthony: Pernyataan Menteri Bahlil Patut Diduga Bohong

Kendati menaikkan suku bunga, kata Anthony, upaya tersebut ternyata masih belum mampu membuat kurs rupiah menguat. Kurs rupiah hanya naik sedikit, untuk kemudian turun lagi, di atas Rp 16.200 per dolar AS.

Mengapa bisa seperti itu? Anthony mengungkapkan bahwa, pangkal masalahnya karena investor asing saat ini sedang tidak tertarik dengan Indonesia. Meninggalkan Indonesia. Divestasi. Menjual asetnya, baik obligasi dan saham.

”Sementara, sepanjang triwulan pertama 2024, cadangan devisa sudah anjlok 6 miliar dolar AS, atau hampir Rp 100 triliun. Itu yang sesungguhnya terjadi,” kata Doktor Ekonomi alumni Erasmus University, Rotterdam, Belanda itu.

Baca juga :   Ekonomi Diujung Tanduk, Anthony: Rizal Ramli Figur yang Pas untuk Pimpin Bangsa

Anthony memprediksi, tekanan terhadap kurs rupiah masih terus berlanjut di awal kuartal II 2024 ini. Terbukti, hanya 4 hari dalam minggu ini saja, tepatnya 22-25 April 2024, investor asing menjual surat berharga negara senilai Rp 2,08 triliun, dan menjual saham senilai Rp 2,34 triliun.

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6,25 persen, beber Anthony, akan menekan pertumbuhan ekonomi. Investasi dan konsumsi masyarakat akan melambat. Kalau mau jujur, investasi asing sudah melambat lebih dahulu, bahkan tumbuh negatif.

”Di lain sisi, kenaikan kurs dolar AS terhadap rupiah juga akan memicu harga barang naik, membuat daya beli masyarakat melemah, dan akan menekan pertumbuhan ekonomi. Dan yang tidak kalah memprihatinkan, APBN juga dalam tekanan berat.

Baca juga :   Selalu Ditempatkan Lembaga Survei di Nomor Buncit, Anies Baswedan: Faktanya Tidak Begitu

”Gara-garanya, asumsi makro di APBN melenceng jauh. Asumsi kurs rupiah di APBN hanya Rp 15.000 per dolar AS,” tukas Anthony.

Sedangkan kurs rupiah melemah terus. Realisasi selama 4 bulan pertama 2024, Januari sampai April, kurs rupiah rata-rata diperkirakan sudah mencapai Rp 15.750 per dolar AS, dengan tren masih terus naik. Kondisi ini membuat pembayaran bunga utang pemerintah dan belanja subsidi di dalam APBN membengkak.

”Dan ujung-ujungnya, rakyat juga yang menanggung beban ekonomi. Harga-harga naik. Pajak naik. Kemiskinan juga bisa naik,” pungkas Anthony. (adi/red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *