INDOSatu.co – JAKARTA – Tidak hadirnya PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang mega proyek Meikarta dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI membuat kalangan legislatif murka. Padahal, agenda RDP tersebut adalah membahas permasalahan konsumen Meikarta yang resah karena hingga kini belum dapat kunci hunian, meski sebagian besar dari konsumen tersebut sudah melunasi tanggung jawabnya.
“Tadi saya berkali-kali bicara, bahwa ini pelecehan terhadap parlemen. Karena bagi kita, ini kepentingan bukan hanya kepentingan anggota DPR, tapi kepentingan ada ribuan orang yang menyampaikan aspirasinya ke Komisi VI minta kita didampingi,” ujar Anggota Komisi VI DPR RI, Daeng Muhammad kepada wartawan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.
Daeng menegaskan, bahwa DPR sebagai lembaga negara yang menjadi perwakilan rakyat, harus memberi perlindungan ketika ada rakyat menjadi korban akibat dari investasi yang dilakukan oleh pihak Meikarta. Bahkan, Daeng mengaku telah memiliki data transaksi jual beli apartemen Meikarta yang menyatakan adanya kesalahan oleh pihak pengembang yang kemudian malah ditanggung oleh konsumen.
“Saya punya bukti-bukti, termasuk data ini orang yang beli pada 2017. Ini beli cash, tapi mereka tidak dapat unitnya. Bahkan, kalau mau dikembalikan uangnya, ditawarkan dengan potongan Rp 63 juta, yang harga (tipe) studio. Kalau mau dipindahkan unit lain, harganya menjadi Rp 400 juta sekian. Itu artinya apa mereka? Membikin proyek itu (harusnya) sudah terhitung sudah terestimasi dengan kajian-kajiannya. Ketika mereka bikin kesalahan, wanprestasi, kenapa konsumen harus menanggung? Ini kan zalim, gitu,” imbuh Daeng.
Proyek Kota Meikarta merupakan sebuah mega proyek di bawah besutan Lippo Group yang pertama kali dikenalkan ke publik pada tahun 2017. Selama lima tahun pembangunannya, proyek yang dikembangkan oleh PT Mahkota Sentosa Utama ini mengalami berbagai polemik yang bersangkutan dengan hukum, sehingga prosesnya menjadi tersendat.
Pada kesempatan yang sama, Daeng juga mengungkapkan terkait belum adanya akad kredit dengan konsumen, tetapi sudah ada pemungutan PPN oleh pihak Meikarta.
“Ini belum akad kredit tapi PPN-nya sudah dipungut. Memang, mereka memungut pajak, tapi pertanyaannya juga waktu dikonfirmasi, kan unitnya nggak ada. Kalau unitnya nggak ada, PPN-nya dibayarkan nggak? Gitu loh. Kita sudah setor lho. Nah, perlu OJK memahami juga, pajak juga harus mengetahui gitu loh. Supaya apa? semua terbuka klir, apakah perusahaan ini berjalan dengan benar atau tidak,” ujar anggota legislatif dari PAN ini.
Daeng Muhammad mengaku, bahwa sebelumnya, Komisi VI telah menerima aspirasi dari konsumen Apartemen Meikarta. Mereka meminta pendampingan Komisi VI DPR RI dalam menyelesaikan permasalahan yang merugikan konsumen Meikarta. (*)



