Rendahnya Pendidikan dan Kemiskinan Sumbang Angka Terbesar Cerai di Bojonegoro

  • Bagikan
MEMPRIHATINKAN: Panitera PA Bojonegoro Sholikin Jamik mengatakan, rendahnya pendidikan dan kemiskinan, serta pengajuan Diska menjadi penymbang terbesar angka perceraian di Bojonegoro.

INDOSatu.co – BOJONEGORO – Angka perceraian yang diduga karena belum matangnya usia pernikahan di Kabupaten Bojonegoro terus meningkat dari tahun per tahun. Sampai akhir bulan Agustus ini, sebanyak 342 perkara perceraian, yang mana 50 diantaranya mengajukan dispensasi nikah (Diska). Hal itu diungkapkan panitera PA Bojonegoro, Sholikin Jamik, Rabu (30/8).

“Jadi, diska ini mulai bulan Januari sampai Agustus ini sudah ada 342 perkara dan ini masih cukup memprihatinkan. Padahal, sekarang ini masih di bulan Agustus belum akhir tahun,” ungkap Sholikin.

Sholikin mengaku bahwa menginvitarisasi penyebab terjadinya perceraian yang awalnya dari pernikahan menggunakan dispensasi, yakni disebabkan karena tingkat kemiskinan yang masih tinggi dan dibarengi dengan rendahnya pendidikan.

Baca juga :   Pilkada Bojonegoro, Setyo Wahono-Mas Biyon Jadi Cabup dan Bacabup Kuda Hitam

Sholikin menuturkan, hampir 70 persen penyumbang terbesar dalam pengajuan diska di Pengadilan Agama Bojonegoro, yakni karena kemiskinan. “Hampir 70 peresen yang mengajukan diska itu masih pengangguran, sehingga penyumbang terbesarnya itu adalah kemiskinan.” ungkap Sholikin.

Selain itu, kata Sholikin juga disebabkan karena rendahnya pendidikan. Sholikin menegaskan, angka putus sekolah yang tinggi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan di bawah umur. Ia juga mengungkapkam bahwa rata rata yang mengajukan diska itu lulusan SD dan SMP, sehingga diduga kebanyakan dari mereka tidak bisa melanjutkan ke jenjang SMA.

Baca juga :   Berhentikan Pegawai Tanpa Pesangon, HRD: Bukan PHK, Tapi hanya Efisiensi

Kasus serupa terjadi pada salah seorang perempuan berinisial E yang merupakan warga Desa Blongsong. E mengajukan dispensasi nikah pada bulan Januari 2023 yang diakibatkan hamil diluar nikah dengan F yang merupakan warga Desa Tlogorejo. Namun pada tahun yang sama, F mengajukan gugatan perceraian di bulan Mei.

“Artinya, dia itu mengajukan diska di tahun ini sekaligus dia mengajukan perceraian di tahun ini juga,” beber Sholikin.

Baca juga :   Kemiskinan dan Stunting Masih Tinggi, Hibah ke Daerah Lain Dinilai Tidak Rasional

Sholikin juga mengatakan bahwasanya pernikahan dibawah umur merupakan penyumbang terbesar terjadinya perceraian di kabupaten Bojonegoro, karena angka perceraian yang bermula dari diska terus meningkat setiap tahunnya.

Sebagai tambahan informasi, angka perceraian yang diawali dari diska per 28 Agustus pada tahun 2019 sebanyak 8 perkara, kemudian di tahun 2020 sebanyak 9 perkara, tahun 2021 sebanyak 29 perkara, tahun 2022 sebanyak 37 perkara, dan di tahun 2023 sebanyak 50 perkara.

“Ini menggambarkan bahwa pernikahan dibawah umur itu ternyata penyumbang terbesar terjadinya perceraian di Bojonegoro.” pungkas Sholikin. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *