Respon UN Bakal Diberlakukan Lagi, Pakar UMSurabaya Beri Catatan Penting

  • Bagikan
MILIKI PLUS_MINUS: Para siswa setingkat SMA/SMK sedang mengerjakan soal ujian. Setelah lama ditiadakan, UN bakal diberlakukan kembali oleh Mendikdasmen Abdul Mu'ti.

INDOSatu.co – SURABAYA – Bakal dikembalikannya Ujian Nasional (UN) di sekolah disinggung Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Menteri asal Kudus, Jawa Tengah itu mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan UN agar kembali dilaksanakan di sekolah. Hanya saja, menurut Mu’ti, UN belum akan dilaksanakan pada tahun 2025.

Sinyal hijau dari Mendikdasmen tersebut direspon Achmad Hidayatullah Ph.D, Pakar Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya). Dayat, sapaan Achmad  Hidayatullah itu memberikan tiga catatan penting jika UN kembali dilaksanakan.

Pertama, kata Dayat, ada keyakinan di masyarakat yang berkembang bahwa UN dapat meningkatkan mutu pendidikan. Artinya, saat siswa mengerjakan UN pada mata pelajaran tertentu, secara tidak langsung siswa juga didorong untuk menganggap bahwa pelajaran lain yang tidak ada dalam ujian tidak penting.

Baca juga :   Soal Swasembada Pangan, Amin Ak: Pemerintah Gagal Produksi Beras Dalam Negeri

“Hal ini cenderung mereduksi kemampuan individu untuk membentuk keyakinan bahwa ilmu pengetahuan terhubung satu sama lain yang selalu berkembang serta dinamis,”ujar Dayat.

Kedua, kata Dayat, UN sebaiknya jadi alat ukur ketercapaian saja bukan kelulusan. Pengalaman sistem pelaksanaan UN terdahulu justru menunjukkan sebaliknya.

“Ketika dijadikan alat ukur kelulusan siswa dan berlangsung tiga hari, sistem tersebut justru mendorong siswa untuk meyakini bahwa dalam belajar yang terpenting adalah hasil, sedangkan proses seperti ketekunan, rasa ingin tahu adalah nomor sekian,” kata Dayat lagi.

Lebih lanjut, kata Dayat, sistem pengerjaan soal tes UN yang memakai jawaban benar atau salah, mendorong siswa untuk membentuk keyakinan tentang pengetahuan absolut, ada salah dan benar.

Baca juga :   Sinyal Tax Amnesty Berlaku Lagi, Pernyataan Jokowi Diungkit

“Siswa tidak lagi berpikir reflektif maupun evaluatif terhadap sebuah teks soal.  Wujudnya siswa lebih banyak investasi waktu untuk mempelajari teknis mengerjakan soal tes dan menghapalkan rumus dan definisi,” imbuhnya.

Ketiga, sistem UN dan motivasi siswa. Ada keyakinan yang berkembang di masyarakat (beliefs) bahwa UN dapat memotivasi siswa untuk belajar. Sejak tidak ada UN siswa dan guru dianggap sama-sama tidak punya motivasi karena tidak dianggap memiliki tantangan.

“Belum ada riset yang menyebutkan bahwa UN di Indonesia dapat memotivasi belajar siswa.  Meskipun kalau dicari-cari sumbernya, bisa saja dihubungkan dengan jenis penilaian tertentu yang berpengaruh terhadap motivasi belajar,” tukas Dayat.

Baca juga :   Usai Diperiksa Bareskrim 8 Jam soal Inisial T, Benny Rhamdani Irit Bicara

Dayat mencontohkan, ketika UN dihubungkan dengan penilaian sumatif atau penilaian yang dilakukan di akhir periode pembelajaran, hasil studi ini masih terjadi perdebatan.

“Studi systematics literature review (SRL) yang dilakukan oleh Wynne Harlen dkk (2002) menemukan bahwa penilaian sumatif cenderung memberi dampak negatif terhadap siswa,” tegasnya.

Sementara itu, hasil riset yang dilakukan Seyed M. Ismail dkk (2022) menyebutkan penilaian sumatif berdampak terhadap motivasi, namun dampaknya tidak sekuat penilaian formatif.

“Sayangnya, riset tersebut  terikat konteks, ruang dan waktu yang berbeda. Sehingga tidak bisa digeneralisasi dalam konteks UN di Indonesia,”pungkas Dayat.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *