Respon Usulan KUA untuk Nikahkan Semua Agama, HNW: Menteri Agama Aneh

  • Bagikan
TIMBULKAN DISHARMONI: Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid merespon statemen Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mengusulan kantor KUA untuk menikahkan semua pemeluk agama.

INDOSatu.co – JAKARTA – Anggota DPR Komisi VIII yang juga Wakil Ketua MPR-RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid merespon rencana Menteri Agama yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).

HNW, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa, rencana usulan Menag tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.

“Pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka, yakni Muslim di KUA dan non Muslim di Pencatatan Sipil. Selain mempertimbangkan toleransi, juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti. Karena itu, usulan Menag itu menjadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam,” kata mantan Presiden PKS itu.

Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas. Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua Agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI.

Baca juga :   Soal Dana Hibah Rp 90 Miliar, DPRD Wacanakan Tolak, Sekda: No Comment

”Sementara banyak warga yang kami temui saat reses, merasa resah dan menolak rencana program yang diwacanakan Menag tersebut,” kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Senin (26/2).

Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini menjelaskan, asal muasal KUA adalah institusionalisasi dari jabatan Penghulu yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia sudah bertugas mencatatkan pernikahan dan urusan keagamaan lainnya bagi warga Muslim.

Adapun bagi non Muslim, dicatatkan langsung kepada Pemerintah melalui dinas Pencatatan Sipil (Capil), dalam rangka toleransi dan menghargai keragaman umat beragama, dan juga untuk memudahkan mereka baik secara psikologis maupun sosial.

Secara mendasar, hal itu sesuai ketentuan Pasal 29 UUD NRI 1945 yang jelas mengamanatkan Negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Baca juga :   Umumkan Pengurus PD 2025-2030, AHY Tunjuk Herman Khaeron Jadi Sekjen

Dalam aplikasinya, pembagian kewenangan pencatatan nikah juga sudah ada jauh sejak lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk, dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Panjangnya masa berlaku UU Pencatatan Nikah dan Perkawinan menunjukkan bahwa urusan pencatatan pernikahan yang memberikan pengakuan atas kekhasan ajaran Agama terkait pernikahan tersebut berjalan dengan baik, diterima dan lancar, sebagaimana amanat Undang-undang Dasar,” kata HNW

Menag Yaqut dan publik tentu mengetahui bahwa KUA selain perpanjangan dari peradilan Agama (Islam) juga merupakan institusi/kantor yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam, yang memang tugasnya hanya mengurusi umat Islam saja.

Dirinya menjabarkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan unit pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

”Anehnya, usulan Menteri Agama agar KUA juga mengurusi pencatatan nikah semua agama, disampaikan juga pada Raker Ditjen Bimas Islam,” kata HNW.

Baca juga :   HNW Apresiasi Upaya Mahasiswa Gaungkan Anti Kekerasan di PT Kedinasan Indonesia

Karena itu, sangat disayangkan di Forum Raker dengan Bimas Islam yang harusnya mengutamakan pembahasan peningkatan layanan untuk Masyarakat Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab Bimbingan Masyarakat Islam.

HNW justru mempertanyakan, jika KUA juga ditugasi mencatat nikah semua agama, apakah artinya akan dibuat ketentuan baru bahwa KUA tidak lagi berada di bawah Ditjen Bimas Islam? Jika masih di Bimas Islam, maka apa relevansinya mencatatkan pernikahan non Muslim. Dan apakah non Muslim juga akan menerima pencatatan pernikahan mereka di lembaga yg berada di bawah Ditjen Bimas Islam? Juga komisi VIII DPR RI apa juga akan menerima hal yang ahistoric dan alih-alih menjadi solusi, malah bisa menimbulkan banyak keresahan dan disharmoni.

”Selain tidak relevan, kebijakan yang diusulkan itu akan semakin memberatkan KUA yang sebagian besarnya mengalami kekurangan SDM dan tidak punya kantor sendiri. Bahkan usulan kebijakan tersebut juga akan memberatkan warga non Muslim yang akan menikah,” kata HNW. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *