Roy Suryo: Soal Ijazah Jokowi, Jawaban LISA Sama dengan Nalar Publik

  • Bagikan
KONTRAS: Pakar Telematika dan Multimedia Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes dan ijazah yang menimbulkan kontroversi.

INDOSatu.co – JAKARTA – Pakar Telematika dan Multimedia Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes merespon fenomena Lean Intelligent Service Assistant (LISA) mesin terminal AI (Artificial Intelligent) kebanggaan terbaru Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Roy Suryo menilai, ‘kejujuran’ LISA yang menjawab bahwa Jokowi bukan lulusan UGM, setidaknya beriringan dengan nalar mayoritas masyarakat yang masih waras, – tentang status kelulusan JkW yang memang 99,9 persen kontroversial tersebut.

LISA sendiri adalah bagian dari sistem layanan terpadu kampus yang bernama UGM University Services. Sistem tersebut, kata Roy Suryo, diluncurkan secara soft launching pada 26 Juni 2025 di “Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK UGM)” alias Gedung Hitam yang disebut-sebut sama sekali tidak njawani alias jauh dari ciri khas UGM sebagai “Kampus nDeso” yang mencerminkan kampus kerakyatan selama ini.

Gedung Hitam GIK yang sebelum dibongkar disebut Gelanggang Mahasiswa UGM, kata Roy Suryo, dulunya dikenal sebagai “Markas Brigade 676”, tempat berkumpulnya mahasiswa aktivis yang berkolaborasi dari berbagai Jurusan dan Fakultas di UGM untuk menggelar berbagai kegiatan, semacam “Gama Fair”, Drum band, Olahraga, dan Shalat Jumat (sebelum ada Masjid UGM), juga pentas kesenian “Gita Laksita Jatismarna” di era UGM tahun 80-an sampai 2000-an. Sekarang, GIK maunya tetap menjadi “UGM Super creative hub” dan dirancang sebagai ruang kolaborasi antara akademisi, industri, seni, budaya, dan kewirausahaan.

Fasilitasnya memang dibuat luas, mulai ruang kelas, galeri seni, area pameran, amphitheatre, rooftop garden, auditorium, co-working space, dan banyak fasilitas pendukung lain termasuk area bisnis dan retail, kafe, serta ruang komunitas. Harapannya, untuk menjembatani dunia akademik dengan industri/seni/kreativitas agar supaya inovasi, riset, kewirausahaan, seni dan budaya bisa hidup bersama di kampus.

Baca juga :   Diskusi Sirekap; KPU Banyak Bohong, Roy Suryo Minta PDIP Terus Gulirkan Hak Angket

Sayangnya, mayoritas masyarakat justru mempertanyakan Warna Hitam GIK UGM ini seperti “Istana Hantu di Film Harry Potter’ atau bahkan ada yang menyebutnya mirip “Istana Kelelawar Nusantara” alias IKN.

Mulai dibangun pada 21 Juni 2022, GIK menempati area lahan sekitar 49.500–50.071,72 m², dengan tapak bangunan sekitar 26.032,74 m² yang terdiri dari 3 lantai, dengan atap difungsikan sebagai ruang terbuka (rooftop), dan dilengkapi beragam fasilitas seperti auditorium, gym, sport hall, gallery, co-learning, student center, dan basement parkir.

Biaya pembangunan nilai kontrak konstruksi dilaporkan senilai Rp 557 miliar (Namun dalam proses ada banyak revisi, dan ada laporan bahwa total anggaran melonjak hingga Rp 607,3 miliar dan ini konon banyak desas-desus mulai menimbulkan masalah).

Karena GIK adalah fasilitas baru dan dirancang sebagai pusat inovasi, teknologi, kolaborasi, dan layanan modern, maka saat soft-launch LISA yang digelar bulan Juni – Juli 2025 lalu, dilakukan di GIK UGM, agar GIK bisa berfungsi sebagai physical hub untuk layanan “UGM University Services” (gabungan layanan online + offline).

”Karena itu, ketika awal Desember 2025 kemarin muncul jawaban “jujur” LISA terkait pertanyaan “apakah JkW lulusan UGM” dan dijawab LISA “tidak lulus UGM” maka layanan LISA dihentikan sampai sekarang, sehingga banyak yang menyebutnya “pensiun dini”, sungguh terlalu,” kata Roy Suryo dalam keterangannya kepada INDOSatu.co, Ahad (7/12).

Baca juga :   Ke TMP Kalibata, Anas Ziarahi B.J. Habibie, Nurcholish Madjid dan Taufiq Kiemas

Sebenarnya, kata Roy Suryo, jawabam LISA itu sesuai dengan hasil tangkapan Drone Emprit beberapa waktu lalu bahwa mayoritas Indonesia memang sudah semakin meyakini jawaban yang dikemukakan LISA tersebut. Apalagi makin banyak terbongkar berbagai kepalsuan di ranah publik, termasuk blunder yang dilakukan salah seorang Relawan JkW bernisial AA yang dibantu Ahli Abal-abal bernisial JS di tayangan Layar TV nasional pada 19 dan 25 November.

Mereka menyebut-nyebut memiliki “Scan Asli Ijazah JkW”, padahal jelas-jelas Palsu karena hanya merupakan Editing dan Rekayasa Grafis dari postingan DSU di X/Twitter 1 April 2025 silam. ”Jadi, seharusnya kalau aparat objektif dan tidak memihak, mereka (DSU, AA dan JS) ini terang benderang terkena pasal 32 dan 35 UU ITE yang ancaman maksimalnya 12 tahun,” beber Roy Suryo.

Kembali ke LISA, secara teknis ini dikembangkan oleh unit internal UGM (Biro Transformasi Digital bersama Direktorat Kemahasiswaan) dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga, yaitu Botika. Basis pengetahuan (knowledge base) LISA sendiri dibangun dari data internal UGM (tentang akademik, administrasi, informasi kampus).

Dan bila diperlukan, data eksternal dari internet namun disebut-sebut LISA tidak memuat data/informasi pribadi karena UGM sendiri menyatakan bahwa LISA tidak dirancang seperti AI komersial (misalnya seperti ChatGPT atau Gemini).

”Lucunya, bak Srimulat, penonaktifan LISA sekarang ini disebut “sedang terus disempurnakan melalui proses pelatihan (training) berkelanjutan. Ambyar,” tukas Roy Suryo.

Baca juga :   Setelah Dapat Restu dari Habib Salim, PKS Akhirnya Resmi Dukung Anies di Pilpres 2024

Pertanyaannya, jika ada pihak yang “memperbaiki” alias mengubah jawaban LISA sebelumnya kemarin, apakah bisa dijerat dengan UU ITE (Pasal 32 & 35)? Atau, malahan developer/Pembuat LISA sendiri sekarang sudah bisa dijadikan korban TSK karena jawaban mesin AI LISA yang dibuatnya secara tegas menyatakan bahwa “JkW tidak lulus UGM”? Apakah memanipulasi data/respon LISA agar jawaban berubah, atau menyebarkan ulang jawaban lama sebagai “palsu”/“dipalsukan”?

Penafsiran itu melanggar UU ITE, khususnya Pasal 32 dan 35? Karena orang ysng secara sengaja memodifikasi output/hasil LISA (misalnya edit video, teks, metadata), sehingga menghasilkan informasi palsu atau berbeda dari aslinya, kemudian menyebarkannya sebagai “hasil resmi LISA” jelas bisa termasuk manipulasi/pemalsuan informasi elektronik sebagaimana dilarang di Pasal 32 dsn-atau 35 UU ITE.

Kesimpulannya, kata Roy Suryo, Kasus Ijazah JkW yang secara teknis bisa dibuktikan 99,9 persen palsu ini memang makin kontroversisl dan memakan banyak korban. Semua terjadi karena ketidakjujuran dan ketidaknegarawanan seseorang yang sebenarnya secara mudah tinggal menunjukkan saja bukti (kalau memang ada yang asli).

Sebenarnya, sudah ada contoh baik sebagaimana Hakim MK Arsul Sani atau bahkan mantan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama dalam kasus “Birth Certificate”, tanpa repot membayar pengacara, relawan hingga preman. Sekarang LISA sudah menjadi Korban, siapa lagi berikutnya? Memang harus segera #AJMG alias #AdiliJkW dan #MakzulkanGRR. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *