INDOSatu.co – TANGERANG – Lembaga Kerja Sama Tripartit Daerah (LKS TRIPDA) Provinsi Banten yang terdiri dari unsur serikat pekerja/serikat buruh sepakat menolak UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Keputusan tersebut dicapai setelah mereka menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Hotel Istana Nelayan, Jatiuwung, Kota Tangerang, Selasa (2/7).
Wakil Ketua LKS TRIPDA Provinsi Banten, Dedi Sudrajat, yang juga Ketua DPD KSPSI Provinsi Banten mengatakan, penolakan UU P2SK dan PP Tapera tersebut diharapkan menjadi peringatan bagi pemerintah dan penolakan akan menjadi rekomendasi akan disampikan kepada para stakeholder.
“Ya, kita tadi membuat rekomendasi yang ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir. Rekomendasi itu akan kita sampaikan kepada DPR RI, Presiden, Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menaker, LKS Tripartit nasional,” ungkap Dedi dalam rilis resminya kepada wartawan usai FGD.
Bukan hanya itu. FGD dilaksanakan juga untuk menyusun langkah-langkah sebelum PP turunan dari UU P2SK terbit, serta membuat kajian terkait dampaknya bagi pekerja peserta program JHT dan JP BPJS Ketenagakerjaan.
“Setelah kita kaji bersama melalui FGD, kami buruh se Banten sepakat menolak undang-undang P2SK, karena undang-undang itu sangat merugikan para tenaga kerja peserta program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS ketenagakerjaan,” ucap Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan, keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat mendapatkan sorotan penting dari berbagai organisasi buruh di Banten. Menurutnya, PP Tapera tersebut dianggap memaksa buruh mengeluarkan iuran 2,5 persen setiap bulan dinilai lebih banyak merugikan daripada manfaatnya bagi buruh.
Sebab, jika program berjalan, tentu uang buruh akan mengendap hingga usia 58 tahun. Padahal, selama ini, kehidupan buruh sudah susah karena kenaikan upah kecil, ditambah adanya Tapera tentu akan menambah penderitaan bagi buruh.
“Jadi, saya tegaskan kalau pemerintah masih terus menzalimi kaum buruh, saya pastikan seluruh perangkat serikat buruh se Banten akan melakukan aksi besar penolakan dan membatalkan UU P2SK dan Tapera,’’ kata Dedi.
Sedangkan anggota LKS TRIPDA Banten, Afif Johan mengaku bahwa, pihaknya menolak UU P2SK, terutama pada Bab tentang Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) Ketenagakerjaan.
“UU P2SK ini ditolak karena Bab JHT di UU P2SK itu, ada dua akun, ada akun tetap dan ada akun tambahan, sementara kondisi ketenagakerjaan di Indonesia ini belum ideal,” katanya.
Menurut Afif, penerapan upah pekerja di Indonesia masih belum ideal. Bahkan, kerap terjadi pelanggaran-pelanggaran terkait upah pekerja. “Upah juga masih baru menyentuh kebutuhan fisik semata, belum menyentuh kebutuhan sosial, sehingga rentan risiko sosial,” tuturnya
Sementara itu, Intan Indria Dewi, salah satu anggota Tripda Banten mengatakan, penolakan Tapera oleh buruh se Banten karena adanya PP 21 Tahun 2024 itu akan memotong 2,5 persen gaji mereka.
“Padahal kita tahu kenaikan UMK rata-rata tidak mencapai 1,5 persen. Buruh tentu sangat terbebani. Tetapi, mengapa pemerintah malah mengeluarkan peraturan baru soal Tapera,’’ ujarnya.
Intan menilai, peraturan Tapera juga belum jelas. Terutama menyangkut siapa yang akan mengelola dan kepastian bagaimana? Terus kapan perumahan akan didapatkan dan harga berapa pada batas waktu tertentu.
“Jadi, Tapera ini tentu sangat tidak jelas. Menurut saya, alangkah baiknya pemerintah menyediakan perumahan, dan meraka yang butuh bisa membeli dengan menabung secara mandiri. Tetapi perumahannya sudah ada terlebih dahulu,” pungkasnya. (adi/red)




