SDA Digdaya, Kedepan Bojonegoro Butuh Pemimpin Cerdas

  • Bagikan

LUAS Kabupaten Bogor 11,850 hektare. Sedangkan jumlah populasi sekitar 1 juta penduduk lebih. Daerahnya terlihat indah, dan kotanya juga sangat hidup. Banyak kegiatan usaha pula. Kabupaten Bogor memiliki APBD tahun 2022 sebesar Rp 2,53 triliun, sedangkan Penghasilan Asli Daerah (PAD) Rp 1,1 triliun. Jika dihitung secara matematik, maka dari PAD saja, Bogor besarannya sekitar 43 persen.

Dengan PAD sebesar itu, jelas sudah cukup bagus. Saya salut dengan pemimpin Kabupaten Bogor. Bagaimana dengan Kabupaten Bojonegoro? Bojonegoro punya teritorial seluas 2,571 hektare; lebih kecil luas teritorialnya dibanding Bogor, dengan jumlah populasi sebesar 1,4 juta penduduk lebih.

Bojonegoro memiliki APBD tahun 2021 sebesar Rp 6,2 triliun; hampir 2,5 kali lipat APBD Bogor, tetapi total Penghasilan Asli Daerah (PAD) tahun 2021, hanya sebesar Rp 952 miliar (15 persen). Total APBD Bojonegoro sebesar Rp 6,2 trilliun, tetapi PAD-nya hanya 15 persen, sebesar Rp 952 miliar. Artinya apa?

1). Gairah bisnis di Kota Bojonegoro tidak berjalan. Kemungkinan besar BUMD Bojonegoro juga tidak berjalan maksimal, hanya mengurusi hasil minyak.

2). Tidak ada lapangan pekerjaan bagi warga Bojonegoro dan warga Bojonegoro harus merantau mencari pekerjaan di Kota lain.

3). Dengan PAD hanya 15 persen, ekonomi di seluruh Kabupaten Bojonegoro jelas lesu, lemah dan sektor riil tidak banyak aktivitas, baik berupa produksi, services maupun trades (perdagangan).

4). Para pemimpin Kabupaten Bojonegoro hanya mampu berfungsi mirip  seperti “Ibu Rumah Tangga”. Dapat uang belanja dari pembagian hasil dan royalty crude oil (minyak) dan tinggal spending (pengeluaran). Yang tidak setuju, silahkan membuktikan analisa saya ini.

Baca juga :   Hadapi Dua Parpol Besar Penerima Uang BTS, Mahfud Masuk Angin?

Menghabiskan semua uang Silpa (Surplus) untuk pembangunan infrastruktur, seperti untuk perbaikan jalan, jembatan, irigasi dan pendidikan yang tidak berorientasi pada long term “income revenues generated”, bagi masa depan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Bojonegoro adalah tindakan yang tidak bijaksana, kurang wawasan, dan kurang berpikir panjang.

Khususnya melihat dimana PAD Bojonegoro saat ini hanya 15 persen, dengan budget APBD sebesar Rp 6,2 triliun! Pembangunan infrastruktur jelas perlu. Tetapi di luar itu, rakyat Bojonegoro juga membutuhkan perbaikan ekonomi dan perekonomian. Itu juga yang harus dipikirkan sebagai pemimpin daerah.

Jangan sampai landscaping Kabupaten Bojonegoro mirip Singapore, tetapi daya beli rakyat Bojonegoro mirip penduduk miskin di Afrika, hanya $2 dollar per hari.

Para pemimpin Kabupaten Bojonegoro harus ingat dan mau berpikir jauh kedepan, bahwa penghasilan “crude oil” itu, tidak untuk selamanya.  Cadangan crude oil itu bisa habis dalam sekian tahun. Mumpung sekarang masih mendapatkan shared-profits dan royalties dari penghasilan minyak, manfaatkanlah Silpa (Surplus) itu dengan baik dan bijaksana, seperti untuk:

1). Merubah landscape ekonomi dan perekonomian Kabupaten Bojonegoro, bukan hanya landscape fisik berupa pembangunan infrastruktur, tetapi juga harus mampu menciptakan “A Brand New Bojonegoro” dengan landscape ekonomi dan perekonomian yang maju dan tertata dengan baik, guna menghasilkan PAD yang lebih tinggi, minimum diatas Bogor yang memiliki APBD jauh lebih kecil.

Bogor memiliki APBD hanya sebesar Rp 2,53 triliun, tetapi target PAD kota Bogor sebesar Rp 1,1 trilliun (43 persen). Masak Bojonegoro dengan budget APBD sebesar Rp 6,2 triliun, tetapi PAD-nya hanya 15 persen, yakni Rp 952 miliar? Wake up, pemimpin Bojonegoro!

Baca juga :   Jika Terbukti Melanggar Hukum, Presiden Dapat Diberhentikan dari Jabatannya (Bagian-2)

2). Kabupaten Bojonegoro membutuhkan “A Brand New Economic Master Plan” (Blue Print), untuk mengubah wajah ekonomi dan perekonomian Kabupaten Bojonegoro. Hal ini harus dimulai dengan menyimpan, menabung atau re-investing Silpa (Surplus) hingga mencapai Rp 100 triliun.

Dana Rp 100 trilliun itu nantinya akan di invest dan kerja sama dengan investors asing untuk menciptakan “zona industrilisasi complex” di Kabupaten Bojonegoro, memiliki AIRPORT sendiri; jangan mau menerima larangan dari pusat karena di Blora sudah ada Airport dan untuk menciptakan jalur pelabuhan (Port) lewat pelabuhan di Kota Tuban, tidak harus lewat Surabaya. Harus mampu kerja sama dengan Kabupaten Tuban.

3). Hanya dengan cara itu, wajah unemployment, perekonomian dan ekonomi Kabupaten Bojonegoro akan bisa tumbuh dengan baik. SDA digdaya, ekonominya juga harus lebih digdaya.

Bila 3 hal itu dimiliki oleh kota Bojonegoro, saya jamin, PAD Bojonegoro akan naik diatas 40 persen, bahkan lebih. Tidak banyak kota lain memiliki Sumber Daya Alam (SDA) besar seperti kota Bojonegoro.

Tetapi bila hasil SDA daerah itu tidak dikelola dengan baik, dan tidak dimanfatkan untuk long term needs bagi warga dan penduduk Kabupaten Bojonegoro, apalagi hanya untuk membangun infrastruktur yang non-income revenue generated, dan setiap 5 tahun infrastruktur itu kembali rusak, karena kualitas pengerjaannya kelas KW, maka hasil SDA itu hanya akan mubazir, hanya bisa dinikmati dalam waktu sekejap dan sementara.

Baca juga :   Tampilkan Politik yang Bermartabat, Pembelajaran Bagi Generasi Muda

Karena itu, think ahead. Pemimpin Bojonegoro harus berpikirlah jauh kedepan, cerdas, dengan wawasan seluas-luasnya untuk menciptakan “A brand new Bojonegoro”.

Hasil SDA harus dikumpulkan, dikelola dan dimanfatkan untuk keperluan penduduk Kabupaten Bojonegoro dengan pikiran jauh kedepan, dengan wawasan yang luas-luasnya.

Untuk mendatang investors asing, kota Bojonegoro juga harus memiliki sizeable capital investments sendiri, tidak boleh 51 persen tergantung sama Asing atau Aseng. Karena itu, kumpulkan dulu Silpa itu dan jangan dihambur-hamburkan

Semua pembangunan infrastruktur harus diikat dengan “performance bonds”, yakni jaminan atau guarantee hasil kerjaan itu akan bertahan sekian tahun, 20 tahun atau 25 tahun minimal.

Bila terjadi kerusakan lebih awal, maka performance bonds contractor yang memenangkan tender itu harus menjalankan tanggung-jawab dan kewajibannya memperbaiki kerusakan dan maintenance infrastruktur tersebut dengan gratis.

Itulah fungsi “performance bonds” yang jarang digunakan oleh kontraktor Indonesia, sehingga setelah menyelesaikan pembangunan Infrastruktur dengan kualitas KW, tidak ada pertanggungjawabannya. Mumpung masih ada waktu dan masih mendapatkan shared-profits dan royalties dari hasil minyak (crude oil), dan jangan hambur-hamburkan uang hasil SDA itu.

Gunakan dan manfaat untuk jangka panjang, demi kesejahteran dan kemakmuran rakyat Bojonegoro. (*)

Chris Komari;
Penulis adalah Activist Democracy Forum Tanah Air (FTA), sekarang tinggal di Kota Bay Point, Contra Costa County, California, USA.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *