INDOSatu.co – JAKARTA – Kabar bahwa ijazah SMA dan S-1 Joko Widodo telah disita oleh Polda Metro Jaya mendapat perhatian serius Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Rizal Fadillah. Ijazah tersebut kabarnya diserahkan saat Jokowi menjalani pemeriksaan di Mapolresta Solo.
Menurut Rizal, penyitaan ijazah Jokowi memang harus dilakukan karena dikhawatirkan akan hilang atau dihilangkan saat berada di tangan Jokowi. Ijazah aman di tangan Polisi. Satu langkah lagi yang dinanti adalah kejujuran dan keterbukaan Polda Metro dalam melakukan uji forensik ijazah tersebut.
Menurut Rizal, laporan pencemaran nama baik dan fitnah oleh Joko Widodo kepada Roy Suryo dkk ditentukan pembuktiannya pada hasil uji laboratorium ijazah tersebut, apakah asli atau palsu. Penentuan kepastian hukum harus ditentukan oleh putusan pengadilan, bukan pada tahap penyidikan, untuk menentukan keaslian atau kepalsuan sebuah dokumen.
Kasus dugaan ijazah palsu Joko Widodo itu, kata Rizal, bukan hanya menjadi isu nasional, tetapi juga telah mengglobal. Kampanye dunia yang dilakukan oleh Forum Diaspora Indonesia (FDI) dinilai strategis untuk menekan kejujuran dan keterbukaan uji forensik Kepolisian. Kriminalisasi aktivis di Polda Metro Jaya yang rentan pelanggaran HAM dipastikan menjadi sorotan aktivis maupun lembaga advokasi HAM tingkat dunia.
Dalam kasus tersebut, kata Rizal, semestinya bisa selesai secara sederhana, tetapi oleh Joko Widodo dibuat berbelit hingga harus melibatkan sejumlah peradilan perdata, Bareskrim Mabes Polri, Polda Metro Jaya, maupun lembaga HAM dunia.
”Harus ada penyelesaian atas perbuatan kriminal. Ijazah palsu mesti segera memiliki kepastian hukum. Perlu kesadaran hukum menjadi syarat mutlak. Presiden Prabowo layak didesak dan perlu bersikap,” kata Rizal kepada INDOSatu.co, Sabtu (2/8).
Agar mendapat hasil yang adil, Rizal meminta agar ijazah itu diuji forensik secara terbuka. Melibatkan kalangan profesional dan independen. Tidak perlu menutup-nutupi kebenaran. Apapun hasil uji menjadi penting untuk penyelesaian polemik, kontroversi, maupun kebohongan.
”Tudingan pun akan reda. Sangat menolong bagi Presiden Prabowo dari penilaian ketidakbecusan mengatasi masalah bangsa,” kata Rizal.
Uji forensik paling mendasar adalah foto ijazah, apakah benar itu Joko Widodo? Lalu adakah stempel berada di bawah foto? Jika itu terjawab, sudah dapat dipastikan ijazah Joko Widodo itu palsu. Belum lagi uji usia kertas, usia tinta, font face, serta komparasi dengan ijazah lain yang telah terotentikasi.
”Tak hanya ijazah, uji pula skripsi yang dicurigai bukan karya Joko Widodo,” tukas Rizal.
Polda Metro Jaya yang memegang “barang sitaan” yang diduga hasil kejahatan, kata Rizal, harus berkomitmen untuk uji forensik terbuka. Rizal meminta polisi untuk melayani optimal atas hak publik untuk mengetahui kebenaran.
”Jika memang ijazah itu palsu, Joko Widodo tidak boleh dilindungi. Buanglah sampah pada tempatnya,” kata Rizal.
Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) sudah membuat surat kepada Presiden Prabowo Subianto agar memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit untuk melanjutkan proses pemeriksaan Joko Widodo sebagai terduga pembuat dan atau pengguna ijazah palsu.
”Sementara itu, kriminalisasi terhadap para aktivis harus segera dihentikan.
Cukup instruksi tidak perlu amnesti atau abolisi, apalagi rehabilitasi,” tegas Rizal.
Polri yang sehat, kata Rizal, adalah dambaan masyarakat. Polri yang sakit merupakan musuh masyarakat. Jangan biarkan hukum berada dalam ancaman kekuasaan, karena
kekuasaan yang mengancam merupakan kejahatan yang tidak termaafkan. (*)



