Setelah Silfester Matutina, Status Tersangka Firli Jadi Sorotan Publik

  • Bagikan
MENGAMBANG: Bekas Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) meski sudah ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (kanan), namun proses hukumnya kini masih belum jelas penanganannya.

INDOSatu.co – JAKARTA – Sikap abai lembaga peradilan terhadap kasus-kasus hukum kembali mencuat. Belum selesai eksekusi Silfester Matutina, relawan Joko Widodo oleh Kejari Jakarta Selatan meski vonis 1,5 tahun sudah inkrah, kini tontonan serupa muncul kembali ke permukaan.

Bekas Ketua KPK, Firli Bahuri yang merupakan tersangka dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) hingga kini masih berkeliaran dan tidak jelas prosesnya.

Firli telah menjadi tersangka sejak 2023 lalu, namun kasusnya belum juga diadili meski berkasnya sempat bolak-balik dari Polda Metro Jaya ke jaksa. Fenomena tersebut jelas mengusik mata hati publik.

Baca juga :   Ipad dan Laptop Tom Disita, Kuasa Hukum: Itu Alat untuk Sidang

Padahal, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto telah berjanji menuntaskan kasus Firli itu dalam waktu 1-2 bulan. Tetapi hingga Karyoto sudah pindah jabatan, kasus Firli masih saja tetap mengambang.

Janji menyelesaikan kasus Firli itu sudah disampaikan dalam forum rilis akhir tahun (RAT) Kinerja Polda Metro Jaya di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan pada Selasa, 31 Desember 2024 lalu.

Baca juga :   Sekjen PKS Optimistis Pasangan Anies-Imin Raup Banyak Suara di Jawa dan Luar Jawa

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, tidak jelasnya kasus Firli Bahuri ini mengindikasikan adanya permainan hukum.

“Kita hanya bisa bicara indikasi-indikasi. Dan indikasi itu jelas, kita tidak ragu (adanya permainan hukum dalam kasus Firli Bahuri),” katanya kepada wartawan Senin (18/8).

Saut menyampaikan, harusnya kasus Firli Bahuri tersebut harus menjadi perhatian serius. Sebab yang bersangkutan adalah penegak hukum yang melanggar hukum. Karena itu, jika sampai abai, maka akan menilbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum.

Baca juga :   DPR Sepakat Bentuk Pansus, Gus Imin: Jumlah Jamaah Haji di Siskohat Beda dengan di Lapangan

“Yang diperas itu menteri. Kalau bicara korupsi, apalagi dilakukan oleh penegak hukum, hukumannya seharusnya diperberat. Itu transformative. Tapi faktanya tidak dilakukan,” jelasnya.

“Harusnya (hukumannya) lebih berat. Tapi justru yang ada malah memperpanjang prosesnya. Padahal, semua sumber daya mestinya diprioritaskan untuk (kasus Firli Bahuri) itu,” ujar Saut Situmorang. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *