Sikapi Resiprokal AS, Jumhur Minta Sirkulasi Ekonomi Domestik Diperkuat

  • Bagikan
PERLU DIPLOMASI EKONOMI: Ketua Umum DPP KSPSI, Moh. Jumhur Hidayat menyikapi tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat sebesar 32 persen.

INDOSatu.co – JAKARTA – Statemen menarik datang dari Ketua Umum DPP KSPSI Moh. Jumhur Hidayat terkait kebijakan AS soal pengenakan tarif resiprokal (timbal balik) oleh Amerika Serikat sebesar 32 persen. Sebab, imbas kebijakan tersebut, saham berbagai negara berguguran.

Menurut Jumhur, menyikapi kebijakan AS tersebut, hendaknya dijadikan momentum membangun kebersamaan antar semua pemangku kepentingan, yaitu Pemerintah dan DPR, swasta pelaku industri, kaum buruh/pekerja termasuk pekerja migran  atau bisa disebut Indonesia Incorporated.

Dengan kata lain, kata Jumhur, kejadian ini bisa menjadi dorongan untuk menjadikan Indonesia yang berdikari dengan menjalankan sirkulasi ekonomi domestik yang semakin kokoh, sehingga tidak terguncang keras bila terjadi gejolak pada pasar global.

Menurut Jumhur, pemerintah perlu melakukan diplomasi ekonomi dengan langsung mendatangi Otoritas di AS dan meminta untuk tidak memberlakukan dulu tarif resiprokal agar tidak mengguncang perekonomian Indonesia maupun AS. Kalau pun tarif resiprokal diberlakukan, harus dilakukan secara bertahap selama 10 tahun guna mencapai tarif 32 persen.

Baca juga :   Minta Kosongkan Pabrik, DPP KSPSI Instruksikan Gelar Aksi Demo pada 10 Oktober

”Hal itu dilakukan agar ada proses penyesuaian, baik dalam dinamika pasar di Indonesia maupun di AS,” jelas Jumhur.

Selain itu, Presiden RI perlu memanggil semua Kepala Perwakilan RI beserta Fungsi Ekonomi KBRI/KJRI untuk lebih bekerja keras dan cerdas membuka pasar baru di negara-negara new merging market seperti di Afrika dan Amerika Latin, khususnya untuk pemasaran produk industri garmen, alas kaki dan mesin serta perlengkapan elektrik dan furnitur yang nilai ekspornya ke AS relatif besar selama ini.

”Sedangkan untuk negara-negara yang struktur demografinya kekurangan tenaga kerja produktif (elderly society), bisa dibuka peluang untuk penempatan Pekerja Migran Indonesia,” jelas Jumhur.

Yang tidak kalah penting, kata Jumhur, perlu juga tindakan nyata agar berbagai penyelundupan, khususnya produk garmen, alas kaki dan elektronik bisa dihilangkan. Hambatan impor (Import Safeguards) ke Indonesia bisa ditingkatkan setidak-tidaknya disamakan dengan rata-rata negara ASEAN.

Baca juga :   Sambut Pemerintahan Prabowo, 71 Organisasi Buruh dan Ojol Kumpul, Hasilkan Resolusi Melawai

”Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari adanya pengalihan perdagangan (trade diversion) produk-produk yang selama ini bisa dijual ke AS tapi dialihkan ke Indonesia sehingga pasti akan mengganggu industri dalam negeri,” beber Jumhur.

Untuk mencapai sistem sirkulasi ekonomi domestik yang kokoh, Indonesia perlu meningkatkan daya beli rakyatnya, khususnya di pedesaan yang jumlah penduduknya sekitar 130 juta orang. Cara ini bisa dilakukan dengan memastikan Nilai Tukar Petani/Nelayan (NTP) ditingkatkan, yaitu dengan adanya pengaturan harga komoditas di tingkat petani, sekaligus meningkatkan industrialisasi perdesaan.

Peranan BULOG dan koperasi di pedesaan harus ditingkatkan, termasuk dengan cara mengucurkan dana pembelian produk pertanian, sehingga NTP bisa berada di kisaran 120-140 persen. Dengan adanya daya beli yang memadai, maka mereka pastinya akan membeli produk hasil industri di perkotaan.

Jumhur mengatakan, perlu dilakukan mitigasi yang komprehensif dalam mengantisipasi dampak adanya PHK massal. Mitigasi bisa dilakukan dengan cara berbagi kesulitan (burden sharing) sambil menunggu pulihnya pasar, baik pasar domestik maupun global. Hal ini misalnya bisa dilakukan dengan pengurangan jam kerja, bekerja selang-seling dan sebagainya sebelum dilakukannya PHK tersebut.

Baca juga :   Soroti Harga Tiket KCJB, Ekonom: Tidak Bisa Diandalkan untuk Sustainable dan Sharing Profit

Jika gelombang PHK ternyata tidak bisa dihindari, maka proses PHK itu harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terkait dengan Uang Pesangon, Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan sebagainya.

Guna menggairahkan perekonomian di tingkat usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi di akar rumput, kata Jumhur, pemerintah p[erlu konsisten menjalankan bahkan dengan lebih memasifkan program unggulan khususnya Makan Bergizi Gratis (MBG), karena dengan progrtam massal ini akan terjadi spill over effect berupa forward dan backward linkages.

Dan untuk menghadapi keadaan ini semua, diperlukan kerja gotomg-royong dan menghindari sejauh mungkin kecurigaan-kecurigaan kepada Pemerintah, yaitu dengan cara menunda terlebih dulu berbagai Revisi UU yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, sementara daya urgensinya masih rendah. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *