Soal Daerah Otonomi Khusus, Pakar Hukum UMS: Pemerintah Harus Cermat

  • Bagikan
PRO-KONTRA: Salah satu ikon Kota Surakarta, Jembatan Tugu Keris dengan tinggi 25 meter, terlihat megah dengan warna keemasan dari lempengan tembaga hingga memperkuat keberadaan keris sebagai kebudayaan sebagai warisan budaya bangsa Indonesia.

INDOSatu.co – SURAKARTA – Tidak semudah membalik telapak tangan menjadikan pemekaran kabupaten/kota menjadi daerah istimewa, termasuk Kota Surakarta. Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Dr. Nuria Siswi Enggarani, S.H., M.Hum. menilai, rencana pemekaran daerah harus diperhatikan secara cermat. Ia menekankan jangan sampai pemekaran daerah malah membebani anggaran negara.

Penyebabanya, pembentukan DOB akan berkaitan dengan penyerahan dana dari pusat ke daerah melalui transfer ke daerah (TKD). “Daerah yang baru itu kan tidak mungkin berdiri sendiri. Pasti ada transfer dana dari pemerintah pusat,” ujar Nuria.

Baca juga :   Pemerasan Naker Asing, KPK Tetapkan Mantan Sekjen Kemenaker Tersangka

Nilai TKD dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 mencapai Rp 919,87 triliun. Dana tersebut terbagi ke dalam beberapa rincian alokasi, di antaranya dana otonomi khusus (otsus) dan dana tambahan infrastruktur dalam rangka otsus sebesar Rp17,52 triliun, hingga dana keistimewaan DI Yogyakarta sebesar Rp 1,20 triliun.

Menurut dosen Hukum Pemerintahan Daerah UMS itu, pemekaran daerah di Indonesia tak lantas memberi keleluasaan daerah dalam mencari pendapatan secara mandiri. Sebagian besar daerah di Indonesia masih menggantungkan TKD sebagai modal pembangunan mereka.

Baca juga :   Kuliah Umum di UGM, Mahfud MD: Penegak Hukum Harus Memiliki Kecerdasan Moral

Pemekaran provinsi, kabupaten, kota, daerah istimewa, maupun otonomi khusus harus melalui rangkaian seleksi yang ketat. Pemerintah harus jeli membaca potensi setiap daerah yang diusulkan. Nuria menekankan, jangan sampai DOB malah menjadi katalis dinasti-dinasti politik baru di daerah.

Dia mengamini jika nilai TKD yang fantastis membuat sejumlah kepala daerah tergiur. Pemerintah harus mengantisipasi terbentuknya raja-raja baru di daerah, guna memastikan dana otsus atau dana keistimewaan dapat dirasakan manfaatnya untuk masyarakat.

“Kasus-kasus seperti korupsi ini kan marak di level pemerintahan daerah. Mungkin itu yang harus diantisipasi pemerintah pusat,” terangnya.

Baca juga :   Partai Golkar Resmi Cawapreskan Gibran, Prabowo Puji Airlangga Hartarto

Jika rencana pemekaran tetap ingin dilakukan, pemerintah harus memastikan calon DOB telah memenuhi parameter kapasitas daerah, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Adapun parameter tersebut mencakup geografi, demografi, keamanan, sosial politik, adat, tradisi, potensi ekonomi, keuangan daerah, dan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan.

“Mau pemekaran daerah saat ini boleh-boleh saja. Tapi apakah sudah memenuhi persyaratan tadi? Atau apakah pembentukan DOB ini akan menambah beban pemerintah pusat? Masih ada ketergantungan dengan pusat,” pungkas dia. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *