INDOSatu.co – JAKARTA – Keputusan pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) tambang nikel yang beroperasi di Kawasan Raja Ampat, di Provinsi Papua Barat Daya mendapat apresiasi dari Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan.
”Sudah berkali-kali Presiden Prabowo melakukan ‘intervensi’ terhadap kebijakan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab kementerian,” kata Anthony kepada INDOSatu.co, Rabu (11/6).
Terbaru, kata Anthony, sebagaimana disampaikan disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, bahwa Presiden Prabowo mencabut izin usaha pertambangan nikel di kawasan, termasuk pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya pada Rbu (10/6).
Intervensi pencabutan izin usaha pertambangan itu, kata Anthony, menandakan ada masalah besar dalam pemberian izin usaha pertambangan tersebut, yang tentu saja mengarah pada pelanggaran serius.
Sebelumnya, Presiden Prabowo juga melakukan ‘intervensi’ secara langsung terhadap kebijakan distribusi elpiji 3 kg yang ditetapkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Kebijakan ini mengakibatkan antrean panjang, bahkan ada warga yang meninggal dunia.
Kebijakan amburadul tersebut dibatalkan oleh Presiden Prabowo esok harinya. Kemungkinan besar, kebijakan tersebut diambil atas inisiatif Bahlil sendiri, tanpa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan Presiden.
Yang juga tidak kalah menarik, Presiden Prabowo juga melakukan ‘intervensi’ dalam pergantian dua pejabat penting di Kementerian Keuangan, yaitu Dirjen Pajak dan Dirjen Bea dan Cukai, dan menggantinya dengan orang dekat Presiden.
Nampaknya, ungkap Anthony, ada dua hal yang menjadi latar belakang intervensi tersebut. Pertama, kata dia, penerimaan pajak pada triwulan pertama 2025 anjlok tajam, hanya 14,7 persen dari target APBN. Hal ini membuat rasio pajak terhadap PDB pada Q1/2025 ini juga anjlok tajam menjadi hanya 5,7 persen saja.
”Sangat memprihatinkan. Rasio serendah ini sudah dapat dikatakan masuk kategori krisis fiskal,” tukas ekonom senior itu.
Kedua, beber Anthony, rencana Presiden Prabowo membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) masih terganjal. Penunjukan dua orang dekatnya sebagai pejabat yang membawahi bidang penerimaan negara, pajak dan bea cukai, menjadi jalan pintas sementara untuk mengendalikan Penerimaan Negara.
‘Intervensi’ lainnya, perintah kepada TNI untuk membongkar pagar laut di pantai utara Tangerang, serta mengawal dan mengamankan Kejaksaan. Yang juga sangat menarik dan mengandung nilai politik sangat tinggi, yaitu kasus Jenderal Kunto Arief Wibowo, yang dicopot sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, dan dibatalkan esok harinya.
”Berbagai intervensi yang dilakukan oleh Presiden seperti dijelaskan di atas sangat tidak lazim terjadi dalam sebuah pemerintahan. Hal ini menunjukkan secara jelas, ada duri dalam kabinet Prabowo,” kata Anthony.
Hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi terus menerus. Prabowo harus segera mengganti menteri yang menjadi duri dalam daging, agar roda pemerintahan dapat berjalan lebih efektif.
”Jangan sampai berlama-lama jika agar roda pemerintahan berjalan dengan baik. Sepertinya, jalannya pemerintahan saat ini masih timpang dan perlu penyegaran,” pungkas alumni Erasmus University, Rotterdam, Belanda, itu. (*)