Tak Punya Sistem Baku, Prof. Rossanto: Tata Kelola Parkir Surabaya Lemah

  • Bagikan
TERTIBKAN JUKIR: Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (kiri) saat sidak parkir liar di toko modern kawasan Jalan Dr. Ir. H. Soekarno, Surabaya, belum lama ini.

INDOSatu.co – SURABAYA – Penyegelan sejumlah minimarket oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi karena diduga melanggar aturan parkir mengundang sorotan tajam akademisi. Maksud tegas Pemkot memberantas praktik parkir liar sangat bagus, tetapi justru menimbulkan keresahan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo PhD. menilai, tindakan Pemkot itu justru mencerminkan lemahnya desain tata kelola perparkiran, bukan semata persoalan penegakan hukum.

“Masalahnya ada di parkiran, tetapi yang dihukum justru pemilik minimarket. Ini yang menjadi tidak proporsional,” Rossanto.

Menurut Rossanto, tindakan represif memang bisa menimbulkan efek jera, tetapi tidak akan menyelesaikan akar persoalan jika tidak diiringi reformasi sistem. Ia menyebut, bahwa pendekatan edukatif selama ini cenderung kurang efektif karena tidak diikuti oleh sistem pendukung yang kuat.

Baca juga :   Jadi Bagian dari 7 TPAKD, Khofifah Kukuhkan Tim di Ballroom Kantor OJK Regional 4, Jawa Timur

Terlebih, minimarket bukan satu-satunya usaha dengan lahan parkir terbuka. Jika tindakan hanya menyasar mereka, maka kesan tebang pilih menjadi tak terelakkan. Di sinilah muncul potensi ketimpangan, terutama karena tidak semua minimarket tergabung dalam jaringan besar banyak yang berskala kecil dan mandiri.

“Memberlakukan kebijakan seragam tanpa mempertimbangkan skala usaha justru dapat memberatkan pelaku usaha mikro dan menengah,” jelas Rossanto.

Lebih lanjut, Rossanto menyoroti, akar masalah yang selama ini belum diselesaikan. adalah upaya Pemkot memungut pajak parkir tanpa sistem yang benar-benar bisa menghitung jumlah kendaraan yang parkir dan nilai transaksinya.

Baca juga :   Dampak Predikat Naik Kelas, Lamongan Turut Bergerak Serempak untuk RB Berdampak

Karena itu, Rossanto mengusulkan tiga alternatif solusi. Pertama, kerja sama dengan penyedia layanan parkir profesional berbasis teknologi agar parkir tetap gratis bagi masyarakat, dan pajak dihitung dari data aktual. Kedua, sistem retribusi resmi oleh juru parkir yang ditunjuk pemerintah, dengan tarif wajar bagi pengguna.

Ketiga, Rossanto mengusulkan agar retribusi dibayar oleh minimarket, bukan masyarakat. Namun, skema terakhir dinilai kurang ideal karena menambah beban usaha dan berpotensi menaikkan harga barang.

“Dengan pendekatan ini, parkir tetap bisa gratis bagi masyarakat, sementara pihak minimarket hanya perlu bekerja sama dan menyesuaikan sistemnya tanpa terbebani secara sepihak,” ungkapnya.

Baca juga :   Gelar Aksi Demo, Koalisi Masyarakat dan Pers di Surabaya Tolak RUU Penyiaran

Rossanto menekankan, pentingnya arah kebijakan yang jelas dan adil. Jika pemerintah ingin menjamin parkir gratis, maka harus ada insentif dan sistem teknis bagi pelaku usaha. Jika ingin menarik penerimaan, maka sistem pelaporannya harus transparan dan sistematis.

“Surabaya adalah kota jasa dan perdagangan. Kebijakan publik seharusnya mendukung iklim usaha, bukan memperumitnya, tindakan cepat memang terlihat responsif, namun solusi yang adil dan efektif hanya bisa lahir dari proses kolaboratif yang melibatkan pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah,” pungkasnya. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *