Tanggapan Tulisan ‘Debat Kusir Whoosh’ atas Nama Laksamana Sukardi

  • Bagikan

BELUM lama ini, tersebar tulisan atas nama Laksamana Sukardi di berbagai jejering media sosial, termasuk di berbagai WhatsApp Group (WAG), dengan judul: Debat Kurir “Whoosh”. Penulis mengatakan, membandingkan proyek kereta cepat harus apple-to-apple, harus dengan proyek sejenis.

Penulis mengatakan, pihak yang mengkritisi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sejauh ini tidak membandingkan proyek KCJB secara objektif dengan proyek sejenis: tidak memperhitungkan kompleksitas trase Jakarta-Bandung yang melewati ketinggian (gunung).

Penulis berpendapat, KCJB seharusnya dibandingkan dengan proyek Maglev Chuo Shinkansen dari Tokyo-Nagoya. Masalahnya, Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya juga tidak dapat dibandingkan dengan KCJB. Bahkan lebih parah.

Baca juga :   Patrick Cluivert: Tantangan dan Harapan

Bukan hanya medan konstruksi yang berbeda, teknologi kedua kereta cepat tersebut juga berbeda jauh, bagaikan ‘bumi dan langit’: bagaikan membandingkan ‘macan dengan kucing’.

Pertama, teknologi kereta cepat Maglev (Magnetic Levitation) yang ‘terbang’ melayang, jauh lebih canggih dan kompleks dibandingkan dengan teknologi kereta cepat Jakarta Bandung yang bergerak di atas roda: nothing to compare.

Kedua, kecepatan Kereta Cepat Maglev Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya bisa mencapai 500 km per jam atau lebih. Bahkan, kecepatan kereta cepat teknologi Maglev dapat mencapai 600 km per jam atau lebih.

Baca juga :   Penurunan Ekonomi China dan Potensi Krisis Ekonomi Indonesia

Ketiga, medan pembangunan konstruksi Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya jauh lebih kompleks dari KCJB, dengan sekitar 90 persen terdiri dari terowongan, dengan kedalaman 40 meter di bawah tanah.

Jadi, dengan mengatakan KCJB seharusnya dibandingkan dengan Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya jelas misleading.

Pertanyaannya, apakah penulis atas nama Laksamana Sukardi tersebut paham sepenuhnya bahwa tulisannya tersebut misleading: tidak membandingkan apple-to-apple antara KCJB dengan Chuo Shinkansen.

Baca juga :   Apakah Mahfud atau Sri Mulyani yang Harus Dipenjara?

Atau memang sengaja melakukan misleading ini, untuk mendiskreditkan para pengamat KCJB yang bersuara keras ada dugaan korupsi dan markup dalam pengadaan proyek KCJB ini, untuk maksud tertentu? Waktu yang akan membuktikan. (*)

Prof. Anthony Budiawan;
Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Alumni Doktoral (S3) Erasmus University, Rotterdam, Belanda.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *