INDOSatu.co – JAKARTA – Dugaan terjadinya korupsi kuota haji 2024 makin terang. Itu terungkap karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan kerugian negara kasus tersebut di angka lebih dari Rp 1 triliun. Penghitungan angka itu masih terus diinventarisasi untuk mencapai nilai angka yang sebenarnya.
Jumlah perhitungan Rp 1 triliun itu merupakan hasil hitungan internal KPK bersama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Jadi, dalam perkara ini, hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp1 triliun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (11/8).
KPK mengkonfirmasi bahwa penghitungan itu belum tuntas. Hitungan lengkapnya menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena akan dihitung lebih detail.
“Yang pasti, itu hitungan internal KPK, yang telah didiskusikan dengan teman-teman di BPK. Masih hitungan awal. Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detail lagi,” kata Budi.
Budi mengaku bahwa, KPK menjamin hitungan tersebut menggunakan cara yang ilmiah. Ia menyatakan, KPK tak main-main dalam penghitungannya sehingga mendapatkan angka Rp 1 triliun tersebut.
Dalam perkara kasus tersebut, kata Budi, terjadi pergeseran pembagian kuota haji yang seharusnya 92 persen diperuntukkan untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, dalam kuota haji tambahan sebesar 20 ribu dari pemerintah Arab Saudi, kuota malah dibagi menjadi 50:50 atau masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan haji khusus.
“Kuota tambahan sebenarnya diberikan kepada pemerintah Indonesia untuk memangkas waktu tunggu atau antrean haji,” kata Budi.
KPK gencar melakukan penyelidikan soal dugaan korupsi kuota haji yang menyeret eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Kasus tersebut bermula pada 2023. Saat itu, Presiden RI Jokowi bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi hingga memperoleh kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu.
Dari regulasi yang ada, seharusnya pembagian kuota reguler memakai sebanyak 92 persen sedangkan sisanya baru diperuntukkan bagi kuota haji khusus. Namun, diduga ada permainan kuota di sana yang tak sesuai aturan hingga berujung kasus hukum.
Dalam kasus tersebut, KPK sudah meminta keterangan Gus Yaqut pada 7 Agustus lalu. Setelah pemeriksaan itu, KPK menaikkan status perkara ke penyidikan meski belum menyebutkan tersangkanya. Selain Menteri Yaqut, KPK juga memeriksa Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief. (*)