INDOSatu.co – BOJONEGORO – Sikap tidak bijak Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah menuai amarah warga. Warga Dukuh Jeruk dan Dukuh Matar, Dusuh Ngelo, ketiganya di Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo akhirnya mencabuti patok lahan yang bakal mereka jual untuk pembangunan Bendungan Karangnongko.
Luapan amarah tersebut memuncak setelah melihat langsung arogansi bupati Bojonegoro dalam rapat yang digelar di Aula Angling Dharma Rabu (17/5). Kini lahan yang sudah dipatoki itu dicabuti dan tidak akan menjual lahannya untuk pembangunan Bendungan Karangnongko tersebut.
Ratusan patok tersebut oleh warga dikembalikan ke Dinas PU SDA dan DPRD Kabupaten Bojonegoro. Dengan demikian, lahan yang sebelumnya telah dipatok dan telah dipasang di beberapa titik proyek pembangunan Bendungan Karangnongko, kini menjadi mentah kembali. Mereka mengembalikan patok-patok itu ke Dinas PU SDA dan DPRD Bojonegoro, Kamis (18/5).
Sebelumnya, warga sangat tersinggung dan melakukan protes karena pertemuan dengan Bupati itu tanpa keputusan. Padahal, warga pemilik lahan itu berharap, ada kejelasan dari pemerintah untuk merespon tuntutan mereka. Rapat yang telah diadakan itu justru tidak membuahkan hasil alias nihil.
Menurut Widodo, warga Dukuh Jeruk, rapat antara bupati dengan warga yang terdampak itu tidak ada titik temu. Hasil positifnya itu bagaimana, juga tidak jelas. Tidak ada jalan keluar.
‘’Warga ini manusia lho. Kita sudah tua, lalu anak cucu kita mau kemana? Karena itu, saya meminta kepada pemerintah siapa saja yang akan menangani itu bendungan, tolong untuk warga yang terdampak diperhatikan. Kami ini bukan hewan, bukan binatang, tapi kami manusia,’’ protes Widodo kepada wartawan, Kamis (18/5).
Widodo mengungkapkan, bahwa masyarakat sebenarnya setuju dengan adanya proyek tersebut. Akan tetapi, kata Widodo, masyarakat juga meminta penjelasan dan tindak lanjut mengenai relokasi yang akan dicarikan solusinya oleh Pemkab Bojonegoro terkait program pembangunan bendungan tersebut. Ternyata hasilnya nol.
“Bukannya tidak setuju, apalagi menghalang program. Kami sebagai masyarakat yang terdampak, khususnya Dukuh Jeruk, Dukuh Matar, dan Dukuh Ngelo minta tolong diberi penjelasan diberi tempat yang sejelas-jelasnya, bukan seperti ini. Kalau begini, tuntutan kami itu kan belum ada kepastian,’’ ujar Widodo.
Menurut Widodo, warga yang mengembalikan patok-patok ini bukan karena anarkis. Mereka hanya menuntut kejelasan, positifnya bagaimana untuk warga, termasuk saya ini mau ditempatkan dimana?,’’ protes Widodo.
Diakui Widodo, adanya patok yang sudah ditanam di lokasi proyek, membuat bingung dan resah warga. Sehingga, mereka mencabuti patok patok itu dan ratusan patok itu dikembalikan ke PU SDA dan DPRD Kabupaten Bojonegoro.
“Kalo masalah itu saya nggak tahu. Masyarakat juga nggak tahu. Informasi yang kami dapat, lahan-lahan itu mau diukur. Itu lahan milik siapa yang mau diukur? Warga tidak akan menjual tanahnya, kalau kaitannya mau diukur itu kan susah, kami ini juga resah. Makanya, masyarakat ke sini mengembalikan patok, bukan karena kita menolak program pemerintah, hanya minta penjelasan. Gitu aja pak,’’ tambah Widodo.
Sedangkan menurut Agus Setyani, perangkat desa setempat, masyarakat akan senang jika proyek bendungan tersebut gagal dilaksanakan dengan alasan bahwa masyarakat yang terdampak sudah sangat nyaman tinggal di sana.
“Jadi, kemarin itu intinya bupati tidak memberi solusi, cuma marah-marah saja. Kemarin bupati menyampaikan pokoknya Ngelo itu harus diukur,’’ kata Agus Setyani.
Bupati, kata Agus Setyani, menyampaikan kalau pembangunan dihalang-halangi, maka bendungan itu tidak jadi dibangun. Sejujurnya, kata dia, masyarakat justru malah senang kalau bendungan ini tidak jadi dibangun.
‘’Karena sejujurnya, kami itu sudah enak di sana, walaupun hidup di pelosok dan di pinggir hutan, kami bahagia pak kami tidak pernah kekurangan pangan ataupun kelaparan.” imbuh dia.
Sementara itu, pendamping masyarakat Desa Ngelo, Agus Susanto Rismanto mengatakan, bahwa sebelumnya warga ingin membuang ratusan patok itu ke aliran sungai Bengawan Solo. Namun, karena patok itu bagian dari aset negara, maka Agus menyarankan untuk mengembalikan ratusan patok itu ke pemerintahan kabupaten.
“Mungkin sudah tersebar ya tanggapan Bupati agak keras, sehingga masyarakat Desa Ngelo tersinggung. Apalagi dapat solusi. Wong dapat kata kata enak saja tidak, sehingga mereka mengembalikan persoalan ini kepada Pemkab,’’ kata Agus.
Kemarin malam, kata Agus, warga agak kisruh katanya patok ini mau dibuang ke Bengawan Solo. Agus lalu menjelaskan bahwa ini aset negara, jangan dibuang, kembalikan ke balai desa atau ke kecamatan, namun ternyata dari pihak desa nggak mau dari kecamatan juga nggak mau. Ya sudah kalau begitu kembalikan ke pemiliknya, yaitu Dinas PU SDA dan DPRD sehingga mereka bisa mengawal proses ini,’’ beber Agus.
Agus mengatakan, jika pemerintahan kabupaten hendak mengambil langkah hukum terkait proses ini, Agus pun siap untuk melanjutkan ke jenjang peradilan. Intinya, sekarang kalau bupati ingin mengambil keputusan hukum silahkan, Agus siap melawan ke pengadilan.
‘’Silakan kalau bupati mau semau gue, oke silakan. Tapi kita juga punya hak, kita akan ajukan proses peradilan kalau dia (bupati, Red) menggunakan cara-cara kekuasaan untuk mengambil keputusan ini. Bagi warga yang tanahnya terdampak dengan proyek bendungan itu, total 191 KK, dan itu bukan termasuk fasilitas umum seperti sekolah, kuburan dan lainnya,’’ pungkas Agus. (*)