INDOSatu.co – JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer (Noel) sebagai tersangka. Diduga menerima aliran dana Rp 3 miliar dalam kasus dugaan pemerasan untuk pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Status untuk mantan Relawan Jokowi Mania itu disampiakan ketua KPK Setyo Budiyanto dalam Konferensi Pers yang dieglar di gedung Merah Putih KPK, di Jakarta Selatan, Jumat (22/8). Dengan status tersebut, mantan Noel harus memakai rompi oranye, khas pakaian pesakitan KPK.
Seperti diberitakan sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Kamis (21/8) dini hari di Jakarta. Tak hanya Noel, beberapa orang juga terlihat mengenakan rompi tahanan dengan tangan diborgol.
Dalam konferensi pers, Setyo pun telah mengumumkan penetapan tersangka terhadap Noel dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3.
“KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan. Sebanyak 11 orang sebagai tersangka, yakni IBM, GAH, SB, AK, IE (Immanuel Ebenezer), FRZ, HS, SKP, SUP, TEM, dan MM,” ujar Setyo Budiyanto.
Setyo juga menjelaskan bahwa, dalam perkara kasus dugaan pemerasan ini, Noel diduga menerima aliran dana sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024. Jika sesuai aturan, seharusnya uang pembuatan sertifikat K3 Rp 275 ribu namun dinaikkan menjadi Rp6 juta.
Praktik ini ternyata telah terjadi sejak tahun 2019. Namun, KPK baru bergerak setelah menerima adanya laporan dari seorang yang identitasnya disembunyikan oleh KPK, demi pengungkapan kasus tersebut.
Dari konstruksi kasus tersebut, dana yang mengalir diperkirakan mencapai Rp 81 miliar. Adapun konstruksi perkaranya, atas penerimaan uang dari selisih antara yang dibayarkan oleh para pihak yang mengurus penerbitan sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3 atau PJK3 dengan biaya yang seharusnya sesuai dengan tarif PNBP.
“Kemudian uang tersebut mengalir ke beberapa pihak, yaitu sejumlah Rp 81 miliar,” beber Setyo.
Setyo menjelaskan, dana yang diterima Noel tersebut bersumber dari AK, selaku Sub Koordinator Kemitraan Kesehatan kerja, yang lebih dahulu menerima Rp 5,5 miliar sepanjang 2021–2024 melalui pihak perantara.
“AK diduga menerima aliran dana sejumlah Rp 5,5 miliar pada kurun waktu 2021-2024 dari pihak perantara, kemudian sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara, yaitu IEG sebesar Rp3 miliar pada bulan Desember 2024,” katanya. (*)



