Tidak Adil, Ombudsman Minta Negara Hapus HET Beras Premium

  • Bagikan
LEBIH ENAK: Beberapa contoh beras premium yang selama ini menjadi konsumsi masyarakat ekonomi menengah ke atas.

INDOSatu.co – JAKARTA – Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium oleh pemerintah tidak adil dan justru dinilai menekan masyarakat bawah yang berbelanja di pasar tradisional. Karena itu, kebijakan tersebut harus dihapus agar tidak merugikan masyarakat.

Penegasan tersebut disampaikan Anggota Ombudsman Republik Indonesia (RI), Yeka Hendra Fatika. Ombudsman, kata Yeka, meminta agar pemerintah segera mempertimbangkan untuk mencabut HET beras premium.

”Saya Ia berharap biarlah swasta yang menyediakan beras sesuai dengan mekanisme pasar,” kata Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (8/8).

Baca juga :   Hadiri Ijtima Ulama di Babel, Jusuf Kalla: Jadi Pengusaha Itu Hukumnya Sunnah

Pemerintah, kata Yeka, seharusnya bisa melakukan evaluasi apabila menemukan harga beras telah mengalami kenaikan dengan melakukan operasi pasar melalui penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang setara dengan HET beras medium.

Yeka lalu menyinggung soal ketimpangan yang terjadi terkait distribusi beras antara pasar modern dan tradisional. Di daerah perdesaan, tambah Yeka, masyarakat kecil harus membayar lebih mahal untuk menikmati beras berkualitas.

“Kalau di pedesaan, masyarakat akhirnya kalau ingin menikmati beras yang enak, harus membeli di atas HET. Warung-warung Madura dan segala macam di atas HET semua. Tapi kalau kita beli beras ke supermarket, kita harus beli beras lebih murah jika sesuai HET. Padahal, orang yang masuk ke pasar supermarket itu adalah menengah atas. Jadi tidak fair,” tegas Yeka.

Baca juga :   Harga Anjlok, Mulyanto Minta Pemerintah Evaluasi Pelaksanaan Hilirisasi Nikel

Yeka mengatakan, harga beras di pasar tradisional yang melebihi HET adalah bentuk kompensasi dari kerugian yang dialami pedagang atau perusahaan saat menjual di pasar modern. Dengan begitu, Yeka menilai bahwa pedagang bisa menutup kerugian dari penjualan di supermarket dengan cara menaikkan harga beras di pasar tradisional.

“Di supermarket katakanlah dia rugi, maka di pasar tradisional dia bisa dapat untung. Jadi, pasar tradisional yang mensubsidi barang di pasar supermarket. Ini sangat bertentangan dengan undang-undang, bahwa sebetulnya masyarakat memerlukan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau dan tugas negara adalah menyediakan pangan dengan harga yang terjangkau,” pungkasnya. (H-4)

Baca juga :   Holtikultural Melon Pemantik Agrowisata, Bupati Yuhronur: Bangkitkan Ekonomi Lamongan
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *