INDOSatu.co – JAKARTA – Setelah Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA) juga menerima surat pengaduan dari Tim Kuasa Hukum Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong). Sama seperti KY, lembaga tertinggi peradilan itu juga segera menindaklanjuti laporan tersebut.
Para hakim dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan profesionalisme oleh hakim yang menangani perkara tindak pidana korupsi dengan nomor perkara 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Terkait surat pengaduan bernomor 58/VIII/2025 tertanggal 4 Agustus 2025 yang ditujukan kepada Ketua Badan Pengawasan MA RI itu, pengaduan itu juga akan dipelajari. Dengan ditindaklanjutinya laporan kuasa hukum Tom Lembong tersebut, tiga hakim, yakni Dennie Arsan Fatrika, sebagai ketua, dan dua hakim anggota, Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah resmi sebagai terlapor.
Mereka bakal menghadapi sidang etik dari KY maupun MA. KY dan MA dipastikan akan serius menangani laporan kasus tersebut. Apalagi, kasus tersebut mendapat atensi luas oleh publik. Jika terbukti salah dan terjadi pelanggaran etik, maka tamatlah karir ketiga hakim tersebut.
Dalam pengaduan itu, Tim kuasa hukum Tom Lembong menyampaikan keberatan dan dugaan adanya tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim oleh majelis yang memeriksa perkara tersebut.
Sikap Mahkamah Agung atas surat itu disampaikan oleh Juru Bicara MA Prof. Yanto, dalam konferensi pers yang digelar di ruang Media Center Mahkamah Agung, Jakarta, pada Rabu (6/8).
Di hadapan puluhan jurnalis, Ia menyatakan, Ketua MA akan segera mempelajari isi laporan tersebut guna menentukan apakah diperlukan klarifikasi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perkara.
“Mahkamah Agung akan menindaklanjuti laporan ini sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk kemungkinan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait,” ujar Prof. Yanto.
Menanggapi isu mengenai keabsahan hakim yang memeriksa perkara Tom Lembong, MA menegaskan bahwa hakim yang bersangkutan telah memiliki sertifikat sebagai Hakim Tipikor. Data dari Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunjukkan bahwa hakim tersebut telah memenuhi syarat sesuai Pasal 11 huruf e dan Pasal 12 huruf j Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Prof. Yanto menyatakan, sertifikasi sebagai Hakim Tipikor merupakan syarat mutlak bagi hakim yang menangani perkara korupsi, baik yang berasal dari hakim karier maupun Hakim Ad Hoc. Ketentuan ini bersifat teknis hukum acara dan tidak dapat diabaikan atau digantikan oleh kebijakan lain. (*)



