INDOSatu.co – PANTAI GADING – Selain di Kamerun, Pilpres yang dimenangi Paul Biya dengan penuh kecurangan, di daratan Afrika, Negara Pantai Gading juga menggelar pilpres, dan pemenangnya adalah Alassane Ouattara. Ouattara terpilih dengan kemenangan telak, 89 persen suara.
Ouattara bukanlah militer. Pemimpin muslim taat itu adalah mantan pegawai negeri sipil berpangkat tinggi ini, yang telah memimpin negara Afrika Barat tersebut sejak 2011. Ditangan Ouattara, Pantai Gading mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik, yakni sekitar 7 persen lebih. Kemenangan pilpres yang diumumkan Senin (27/10) adalah masa jabatannya yang keempat.
Lantas siapa Alassane Ouattara? Dilansir AFP, Quattara lahir pada 1942 di pusat kota Dimbokro, Ouattara berasal dari suku Malinke, yang mayoritas beragama Islam. Ia menyelesaikan sebagian besar studinya di Republik Volta Hulu (sekarang Burkina Faso) dan juga meraih gelar doktor ekonomi saat belajar di Pennsylvania, Amerika Serikat.

Setelah menyelesaikan studinya, Ouattara memulai karier internasional yang gemilang. Ia pertama kali bekerja sebagai ekonom di Dana Moneter Internasional (IMF) pada tahun 1970-an sebelum menjadi wakil direktur pelaksana IMF pada tahun 1990-an setelah sebelumnya menjabat sebagai kepala Bank Sentral Negara-negara Afrika Barat (BCEAO).
Ketika Pantai Gading menghadapi krisis keuangan pada tahun 1990, Ouattara dipanggil kembali ke negaranya untuk menjadi perdana menteri oleh presiden saat itu Félix Houphouët-Boigny, pemimpin pertama negara itu setelah memperoleh kemerdekaan dari Prancis .
Pada saat itu, gaya teknokratis Ouattara sangat kontras dengan kelas politik Pantai Gading dan ia dengan cepat memperoleh reputasi sebagai orang luar. Setelah namanya makin moncer, Ouattara mendapat kewarganegaraan Pantai Gading.

Setelah dilantik sebagai presiden pada 2011, Ouattara mulai mewujudkan perubahan ekonomi yang mendalam. Di bawah kepemimpinannya, Pantai Gading menjadi pelopor pertumbuhan Afrika dengan tingkat pertumbuhan melebihi 7 persen per tahun.
Di tingkat internasional, Ouattara juga telah mempertahankan reputasinya sebagai teknokrat dan mediator regional yang disegani, khususnya dalam Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS).
Pada tahun 2024, Pantai Gading menjadi tuan rumah Piala Afrika dan kompetisi tersebut dimenangkan oleh tim nasional Pantai Gading yang dijuluki ‘Gajah’ – dianggap sebagai keberhasilan diplomatik dan logistik yang memperkuat reputasi negara tersebut di panggung internasional.
Ouattara terpilih kembali pada tahun 2015 dengan 83 persen suara dan pada tahun 2020 dengan lebih dari 94 persen, berkat revisi konstitusi nasional yang diperebutkan yang memungkinkannya mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga.

Sebelum pemilu 2020, Ouattara telah mengumumkan niatnya untuk mundur, tetapi kemudian berubah pikiran setelah Amadou Gon Coulibaly, pengganti yang dipilihnya meninggal dunia secara mendadak.
“Ini bukan masa jabatan yang ingin saya jalani, saya melakukannya karena kewajiban sebagai warga negara. Ini akan memungkinkan kami membentuk tim baru yang dapat mengambil alih kepemimpinan sesegera mungkin,” ujar Quattara kepada AFP saat itu.
Quattara mengaku telah mengidentifikasi “setengah lusin calon penerus”, namun belum ada figur yang pas untuk membawa Pantai Gading seperti yang diharapkan. Ia berjanji bahwa masa jabatan barunya akan menjadi “masa transisi generasi. ”Ini mungkin jabatan saya yang terakhir,” pungkas Quattara. (*)



